Rabu, Desember 23, 2009

skripsiproposal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan industri dewasa ini telah memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Industri di lain pihak juga memberi dampak pada lingkungan akibat buangan industri maupun eksploitasi sumber daya yang semakin intensif dalam pengembangan industri. Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi kerangka kontekstual dalam pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa operasi industri secara keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi sebagaimana mestinya dalam batasan ekosistem lokal hingga biosfer. Efisiensi bahan dan energi dalam pemanfaatan, pemrosesan, dan daur ulang, akan menghasilkan keunggulan kompetitif dan manfaat ekonomi (Hambali, 2003).
Masalah pencemaran semakin menarik perhatian masyarakat, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya kasus-kasus pencemaran yang terungkap ke permukaan. Perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas lingkungan. Penanganan masalah pencemaran menjadi sangat penting dilakukan dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan terutama harus diimbangi dengan teknologi pengendalian pencemaran yang tepat guna (Haryono, 1997).
Gangguan kesehatan masyarakat yang dapat terjadi akibat air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu antara lain menjadi media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen dan merupakan penyebab gangguan kesehatan lingkungan. Usaha untuk mengurangi dan mengendalikan penurunan kualitas lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat serta mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan adanya pengolahan limbah (Notoatmodjo, 2007).
Pada umumnya industri-industri besar telah memiliki instalasi pengolahan limbah, sehingga pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri tersebut hampir seluruhnya telah dapat ditangani. Sebaliknya, limbah yang berasal dari industri kecil masih perlu diperhatikan karena kebanyakan industri kecil belum memiliki instalasi pengolahan limbah sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan solusi untuk pengolahan limbah industri kecil menggunakan cara yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Seperti halnya pada industri tahu yang merupakan salah satu jenis industri kecil yang limbah cairnya perlu segera ditangani karena di dalam proses produksinya mengeluarkan limbah cair yang cenderung mencemari lingkungan perairan di sekitarnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Moertinah dan Djarwanti, 2003).
Air limbah industri tahu berasal dari proses pencucian dan perendaman kedelai, serta dari pengepresan dan pencetakan tahu. Selain itu juga dari sisa larutan serta dari proses pencucian peralatan masak (Djarwanti dkk, 2000). Limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, mengalami perubahan fisik, khemis, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu itu sendiri ataupun pada manusia. Limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk yang berasal dari limbah tahu ini akan mengakibatkan gangguan pernafasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi, apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya (http://www.menlh.go.id, 2005).
Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang telah lama dikenal dan banyak disukai oleh masyarakat, karena harganya murah dan mudah didapat. Pembuatan tahu umumnya dilakukan oleh industri kecil atau industri rumah tangga. Industri pengolahan tahu tersebut selain menghasilkan produk utama berupa tahu dalam berbagai bentuk (tahu putih, tahu goreng, tahu pong, dan kerupuk tahu), juga menghasilkan limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat sudah banyak dimanfaatkan seperti pakan ternak dan tempe gembus. Namun limbah cair belum dimanfaatkan sama sekali atau langsung dibuang begitu saja ke perairan. Akibatnya perairan menjadi tercemar, begitu pula dengan simpanan air tanah yang ditandai oleh kotornya wilayah perairan dan timbulnya bau menyengat (Raliby dkk, 2005).
Pengolahan limbah cair dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisika ditujukan untuk polutan yang bersifat tersuspensi, sedangkan pengolahan secara kimia ditujukan untuk mengurangi konsentrasi bahan-bahan yang berbahaya dan menetralkan kondisi pH air limbah yang diperlukan bagi pengolahan biologi. Pengolahan secara biologi ialah cara pengolahan limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk menguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pengolahan secara biologi dilakukan secara aerob, anaerob dan fakultatif. Pengolahan secara biologi dinilai efisien dari segi biaya dan mudah diterapkan di masyarakat dibandingkan dengan pengolahan secara kimia (Daryanto, 2004).
Pengolahan secara biologi salah satunya adalah pemanfaatan Effective Microorganism (EM). EM merupakan kultur campuran lima kelompok organisme yang terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes, dan jamur fermentasi. Kumpulan organisme tersebut melakukan biodegrasi limbah organik seperti senyawa karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen (Higa, 1994). Jenis produk EM yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah EM-4. Mikroorganisme EM memerlukan bahan organik yang ada pada limbah seperti karbohidrat, protein, lemak dan mineralnya untuk mempertahankan hidupnya. Bahan-bahan tersebut banyak terdapat pada limbah cair tahu. EM relatif aman bagi lingkungan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya (Hanifah, 2001).
Manfaat EM4 dalam pengolahan limbah antara lain mempercepat proses penguraian limbah organik cair maupun padat, menekan bau yang tidak sedap (H2S dan NH3), menurunkan kadar BOD dan COD, menekan perkembangan mikroorganisme pathogen, dapat digunakan untuk mendaur ulang limbah tahu menjadi pupuk/kompos (http://em-indonesia.org, 2007). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiyono (2001) dengan menggunakan EM pada pengolahan limbah tahu yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari penambahan dosis EM terhadap penurunan kadar zat organik air limbah industri tahu termasuk bau yang ditimbulkan dengan variasi dosis 0,1 ml/L, 0,5 ml/L, 1 ml/L, 1,5 ml/L, dan 2 ml/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar zat organik rata-rata 23,56 mg/L. Dosis efektif EM dari analisa secara statistik dengan uji LSD adalah 2,0 ml/L.
Berdasarkan survei pendahuluan di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal terdapat banyak industri rumah tangga yang membuat tahu sekitar 9-10 industri pembuat tahu. Air limbah tahu yang dihasilkan mengandung bahan buangan organik yang tinggi berasal dari sisa protein atau senyawa-senyawa nitrogen lainnya dari kedelai. Air limbah yang bercampur dengan sisa koagulasi dalam keadaan baru bersifat sedikit asam, mengandung amoniak (H2S dan NH3) dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Limbah cair tahu yang dihasilkan adalah dari proses pembuatan tahu, mulai dari perendaman sampai pencetakan, karena pada proses inilah dibutuhkan banyak air dan akan menghasilkan limbah spesifik buangan cair industri tahu. Adanya pengolahan limbah cair tahu dari hasil akhir pengolahan industri tahu dengan menggunakan EM4 diharapkan dapat mengurangi atau menurunkan bau dan amoniak dari limbah cair industri tahu dan dapat dibuang ke lingkungan sekitar industri karena tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh EM (EM4) Dalam Menurunkan Bau dan Amoniak dari Limbah Cair Industri Tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal”. Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat terjaga kesehatan lingkungannya terutama dari sumber-sumber air yang tercemar dan bau busuk yang ditimbulkan.


B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan:
1. Apakah ada perbedaan bau dan amoniak limbah cair tahu sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan EM4 di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal?
2. Apakah ada pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui persentase dosis EM4 dalam menurunkan bau limbah tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal
b. Mengetahui perbedaan bau dan amoniak limbah cair tahu sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan EM4 di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal
c. Menganalisis pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.

D. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka atau bahan acuan mengenai pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
3. Bagi Pengembangan IPTEK
Bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat dalam bidang kesehatan lingkungan khususnya dalam teknologi pengolahan air limbah dan pemanfaatannya EM4.
4. Bagi Peneliti
Bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian khususnya tentang pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Cair
Limbah adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak memiliki nilai ekonomi dan akan dibuang, apabila masih dapat digunakan maka tidak disebut limbah. Proses pembersihan mesin-mesin di berbagai percetakan kebanyakan menggunakan minyak tanah, bensin dan terpentin sebagai pelarut tinta. Mesin-mesin harus selalu dibersihkan karena penggunaan tinta dengan berbagai macam warna. Apabila pelarut tinta tersebut tidak memiliki nilai ekonomis sama sakali, maka pelarut tersebut disebut limbah. Tetapi apabila pelarut tersebut dapat diolah kembali dengan cara distilasi, maka pelarut bukan merupakan limbah (Darsono, 2007).
Jenis limbah cair pada dasarnya ada 2 yaitu limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana atau secara biologi dapat menghilangkan poluten yang terdapat di dalamnya (Ginting, 1992). Poluten yang terdapat limbah cair ada berbagai jenis, dan jenis polutan tersebut menentukan bagaimana limbah cair tersebut harus diolah. Berdasarkan polutan yang terkandung di dalam limbah cair, maka limbah cair dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Mengandung bahan yang mudah menguap
Bila limbah mengandung bahan yang mudah menguap, harus ada unit aerasi untuk mengeluarkan bahan-bahan yang mudah menguap, atau ditempatkan pada lokasi penampungan dengan luas permukaan besar agar terjadi penguapan.
2. Mengandung bahan yang mudah membusuk
Limbah cair yang mengandung bahan yang mudah membusuk (degradable) diolah secara bakterologi baik secara aerob maupun anaerob.
3. Limbah yang mengandung logam berat atau bahan-bahan kimia yang lain, relatif lebih sulit, sebab harus diketahui karakter dari masing-masing polutan.
4. Mengandung bakteri patogen
Limbah yang mengandung bakteri patogen, harus ada unit untuk membunuh bakteri, misalnya mengunakan kaporit (Darsono, 1995).
B. Pengolahan limbah cair
Berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Proses fisika
Proses ini dilakukan secara mekanik tanpa penambahan bahan-bahan kimia. Proses ini meliputi: penyaringan, pengendapan, dan pengapungan.
2. Proses kimia
Proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan bahan pencemar.
3. Proses biologi.
Menghilangkan polutan menggunakan kerja mikroorganisme.
Pada kenyataannya proses pengolahan ini tidak berjalan sendiri-sendiri, tapi sering harus dilaksanakan dengan cara kombinasi.
Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan perlakuannya dapat digolongkan menjadi 5 golongan. Akan tetapi dalam suatu instalasi pengolahan limbah, tidak harus ke lima tingkatan ini ada atau dipergunakan.

1. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan (pre treatment), dilakukan apabila di dalam limbah cair terdapat banyak padatan terapung atau melayang, misalnya berupa ranting, kertas, dan pasir. Dapat digunakan saringan kasar, bak penangkap lemak, bak pengendap pendahuluan (misalnya untuk menangkap pasir), dan septic tank.
2. Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama (primary treatment), untuk memisahkan bahan-bahan padat tercampur (ukuran cukup kecil). Netralisasi termasuk juga dalam tahap pengolahan tahap pertama. Dapat dilakukan cecara kimia ( netralisasi, koagulasi), dan fisika (sedimentasi, flotasi atau pengapungan).
3. Pengolahan tahap kedua
Pengolahan tahap kedua (secondary treatment), pengolahan ini biasanya melibatkan proses biologi antara lain: lumpur aktif, bak aerob, dan bak anaerob.
4. Pengolahan tahap ke tiga
Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment) digunakan apabila ada beberapa zat yang membahayakan. Pengolahan tahap ke tiga merupakan bentuk pengolahan khusus sesuai dengan polutan yang akan dihilangkan, misalnya: pengurangan besi dan mangan. Contoh lain misalnya penggunaan karbon aktif, menghilangkan amoniak.
5. Pengolahan tahap keempat
Pembunuhan kuman (desinfection) adalah pengolahan tahap keempat, dilakukan apabila limbah cair mengandung bakteri patogen.


C. Proses Produksi Tahu
Menurut BPPT (1999), proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut:
1. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan diisortasi. Pembersihan dilakukan dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.
2. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4-10 jam.
3. Pencuvian dengan air bersih, jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.
4. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin penggiling. Untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah kedelai.
5. Pemasakan kedelai dilakukan diatas tungku dan didihkan selama 5 menit. Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih dengan cara menambahkan air dan diaduk.
6. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih 70%-90% dari bobot kering kedelai.
7. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 50c, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan. Selanjutnya air diatas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.
8. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan diangin-anginkan.

Adapun proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut:
























































Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Tahu


Sumber: Moertinah dan Djarwanti (2003)
B. Masalah Pembuangan Air Limbah Tahu
Air limbah tahu mengandung bahan buangan organik yang tinggi berasal dari sisa protein atau senyawa-senyawa nitrogen lainnya dari kedelai. Air limbah yang bercampur dengan sisa koagulasi dalam keadaan baru bersifat sedikit asam dan tidak berbau, kemudian karena penguraian akan menjadi amoniak atau hydrogen sulfida yang berbau tidak sedap. Pengaruh lainnya adalah timbulnya kekeruhan pada air sungai. Limbah yang dihasilkan adalah dari proses pembuatan tahu, mulai dari perendaman sampai pencetakan, karena pada proses inilah dibutuhkan banyak air dan akan menghasilkan limbah spesifik buangan cair industri tahu adalah sebagai berikut:
Table 2.1 Parameter Air Limbah Tahu

Parameter Parameter
Masih Segar Setelah 24 jam
Warna Putih Keruh Putih Keruh
Bau - Asam
pH 4,5 -
Sumber: Hanafi Pratomo (Chariri Chasan, 1993)

C. Sumber Dan Karakteristik Limbah Tahu
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air didih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai (Clifton Potter et.al, 1994).
Menurut Hartati dalam ProRistand Indag Surabaya Edisi II Juli tahun 2003, karakteristik limbah tahu meliputi: suhu, warna, bau, kekeruhan, padatan tersuspensi, pH, BOD dan COD.
1. Suhu

Suhu air limbah yang dihasilkan biasanya lebih tinggi dari suhu air pada saluran umum. Seperti diketahui kelarutan oksigen pada air panas relatif kecil, sehingga dapat menurunkan kelarutan oksigen pada saluran umum dimana air limbah tersebut dibuang. Akibatnya dapat membahayakan kehidupan mikroba atau ikan yang ada pada saluran tersebut.
2. Warna

Air limbah yang masih baru berwarna putih kekuningan. Lama kelamaan warna air limbah akan berubah menjadi kehitam-hitaman dan berbau busuk karena telah terjadi peruraian bahan organik yang dikandungnya.
3. Bau

Bau dapat dijadikan suatu petunjuk apakah air limbah tersebut masih baru atau sudah lama. Air limbah yang masih baru masih berbau seperti tahu dan akan menjadi berbau asam setelah berumur lebih dari satu hari, selanjutnya akan berbau busuk. Bau tersebut berasal dari bau hidrogen sulfida dan amoniak yang berasal dari proses pembusukan protein serta bahan organik lainya.


4. Kekeruhan

Kekeruhan yang terjadi karena adanya bahan organik (seperti karbohidrat dan protein) yang mengalami peruraian serta bahan koloid yang sukar mengendap.
5. Padatan tersuspensi

Adanya padatan tersuspensi pada air limbah akan mempengaruhi kekeruhan. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukan padatan ini di saluran umum, maka dapat mengubah peruntukan perairan tersebut.
6. pH

Perubahan pH pada air limbah menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas mikroba yang mengubah bahan organik mudah terurai menjadi asam.
Tabel 3. Baku mutu air limbah industri tahu
No Parameter Industri Tahu
Kadar Max
(mg/L) Beban Pencemaran Max
(kg/ton)
1. Temperatur 38 0C -
2. BOD5 150 3
3. COD 275 5,5
4. TSS 100 2
5. pH 6,0-9,0
6. Debit Max 20 m3/ton kedelai
Sumber: Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor: 10 Tahun 2004

Catatan:
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.
2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton kedelai.

D. Dampak Limbah Cair Industri Tahu
1. Perubahan suhu air
Gerakan mesin pada proses produksi pada umumnya menghasilkan panas yang akan dihilangkan menggunakan air pendingin. Air pendingin yang telah menyerap panas, apabila dibuang ke sungai maka akan menaikkan suhu air sungai. Kenaikan suhu tersebut akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Ginting, 2007).
2. Perubahan pH atau konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan yang mempuyai pH lebih dari pH normal akan bersifat basa. Air limbah dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air dan akan dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Air limbah tahu bersifat asam (3-5) karena mengandung sianida (HCN) (Ginting, 2007).
3. Perubahan warna, bau, dan rasa air
Bahan buangan dan air limbah industri yang larut dalam air akan merubah warna air. Degradasi limbah industri juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari hasil degradasi limbah oleh mikroba yang hidup di dalam air. Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman. Adanya rasa pada air, pada umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air (Ginting, 2007).
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut
Bahan buangan industri yang berbentuk padat apabila tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Hal ini ditandai dengan nilai Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air dan menghambat proses fotosintesis oleh mikroorganisme.
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri terutama yang bersifat organik. Mikroorganisme akan berkembangbiak apabila bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, termasuk mikroba patogen (Ginting, 2007).
E. EM (Effective Microorganism)
EM adalah suatu teknologi yang dikembangkan oleh Dr Teruo Higa dari Jepang pada tahun 1980-an. EM (Effective Microorganisms) merupakan kultur campuran lima kelompok organisme yang melakukan biodegrasi limbah organik seperti senyawa karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen (Hanifah, 2000). Jenis mikroorganisme utama yang terdapat dalam EM meliputi:
1. Photosynthetic bacteria ( bakteri fotosintetik) seperti Rhodopseudomonas palustrus, Rhodobacter spaeroides
2. Lactic acid bacteria (bakteri asam laktat) seperti Lactobacillus lantarum, casei, Streptoccus lactis
3. Yeasts (ragi) seperti Saccharomyces cerevisiae, Candida utilis
4. Actinomycetes seperti Streptomyces albus, S. griseus
5. Fermenting fungi (jamur fermentasi/ mikoriza) seperti Aspergillus oryzae, Mucor hiemalis (Patterson, 2003).
Effective Microorganism dapat dilihat pada Gambar 2.3



a



b c

Gambar 2.3. Effective Microorganism

Keterangan gambar:

a : Photosynthetic bacteria, Lactic acid bacteria, Yeast
b : Actinomycetes
c : Fermenting fungi

Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa yang bermanfaat seperti asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan gula, dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik dan atau gas-gas berbahaya (misalnya hydrogen sulfide), dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula dan karbohidrat lain yang dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan yeast (ragi). Bakteri asam laktat merupakan suatu zat yang dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer). Hal ini berarti bahwa asam laktat akan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik. Bakteri asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan sellulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa-senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik (Http://www.em-indonesia.org, 2007).
Yeast (ragi) melakukan fermentasi dari asam amino dan gula yang dihasilkan bakteri fotosintetik atau bahan organik. Sekresi ragi yang berupa zat-zat bioaktif seperti hormone dan enzim merupakan substrat yang baik untuk EM seperti bakteri asam laktat dan Actinomycetes. Actinomycetes merupakan suatu grup mikroorganisme yang strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur, mereka menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes dapat berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Jamur fermentasi (peragian) menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti, mikroba (http://www.em-indonesia.org, 2007).
Tiap spesies Effective Microorganisme (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi) mempunyai fungsi masing-masing. Bakteri fotosintetik adalah pelaksana kegiatan EM yang terpenting. Bakteri fotosintetik mendukung kegiatan mikroorganisme lain dan di lain pihak ia juga memanfatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lainnya (http://em-indonesia.org, 2007). Bakteri asam susu dari genus Streptococcus, genus Leuconostoc dan genus Lactobacillus membutuhkan banyak vitamin B dan asam amino untuk pembiakan dan pertumbuhannya (Dwidjoseputro, 1990).
F. Pengaruh EM4
Salah satu keuntungan utama penggunaan EM adalah pengurangan volume limbah. Jenis produk yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah EM-4. EM-4. Mikroorganisme EM mampu hidup baik pada medium asam atau basa, temperatur tinggi 45-50 0C (mikroorganisme termofilik) dan pada kondisi aerob ataupun anaerob. Pengolahan limbah merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan dengan konsep mutakhir dalam bidang mikrobiologi daur ulang limbah untuk memfermentasi limbah organik cair dan padat secara efektif. Manfaat EM4 pengolahan limbah antara lain mempercepat proses penguraian limbah organik cair maupun padat, menekan bau yang tidak sedap (H2S dan NH3), menurunkan kadar BOD dan COD, menekan perkembangan mikroorganisme pathogen, dapat digunakan untuk mendaur ulang limbah tahu menjadi pupuk / kompos (http://em-indonesia.org, 2007).
Mikroorganisme EM dalam kemasan botol dalam keadaan dormant (tidur), maka sebelum digunakan harus diaktifkan terlebih dahulu dengan memberinya makan menggunakan molase/ gula ditambah air dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Keuntungan organisme yang terlibat dalam EM secara teoritis adalah menguraikan bahan organik dengan mengubahnya menjadi gas karbondioksida (CO2), gas metana (CH4) atau menggunakannya untuk pertumbuhan dan reproduksi (Patterson, 2003). Mikroorganisme EM memerlukan bahan organik untuk mempertahankan hidupnya seperti karbohidrat, protein, lemak dan mineralnya. Bahan-bahan tersebut banyak terdapat pada limbah cair tapioka (Hanifah, 2001).
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilakukan penelitian untuk memanfaatkan ampas tahu yang selama ini dibuang dipekarangan sebagai kompos. Pembuatan kompos ampas tahu dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi bentuk fisik ampas tahu yang mempunyai luas permukaan kecil dan menyebabkan proses pengomposan cenderung berlangsung dalam kondisi anaerob atau fakultatif anaerob, serta derajat keasaman ampas tahu yang mendekati asam, maka pengomposan yang sesuai untuk diterapkan adalah pengomposan dengan menggunakan EM4 (Indriani, 2000 dan Murbandono, 2000).










G. Kerangka Teori



















Gambar 2.4 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Teori dari Ginting (2007), Hanifah (2001), Notoatmodjo (2007), Patterson (2003).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep








Keterangan : *) dikendalikan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


B. Hipotesis
1. Ada perbedaan yang nyata bau dan amoniak limbah cair tahu sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan EM4 pada dosis 0,1 ml/L, 0,5 ml/L, 1,5 ml/L, 2 ml/L.
2. Ada pengaruh EM4 dalam menurunkan bau dan amoniak limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh EM4 yaitu penambahan EM4 dengan dosis 0,1 ml/L, 0,5 ml/L, 1,5 ml/L, 2 ml/L.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain atau variabel yang diduga nilainya akan berubah karena adanya pengaruh dari variabel bebas atau variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bau dan amoniak limbah cair tahu.
3. Variabel Pengganggu
Variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tetapi tidak diketahui pengaruhnya secara langsung. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah pH dan suhu, lama pengadukan, kecepatan pengadukan dan lama pengendapan.

D. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Definisi Operasional Satuan Cara ukur Hasil Ukur dan Skala Data
1 Penambangan EM4 adalah banyaknya EM4 yang dibubuhkan ke dalam setiap limbah cair tahu, dengan perbandingan satu berbanding satu, banyaknya dosis koagulan dalam peneltian ini yaitu 0,1 ml/L, 0,5 ml/L, 1,5 ml/L, 2 ml/L. ml/L Uji laboratorium dengan cara titrasi Dalam satuan ml/L

Skala: Rasio
2 Bau dan amoniak limbah cair tahu adalah bau yang ditimbulkan akibat limbah cair tahu yang dibuang yaitu mengandung H2S dan NH3 - Uji organoleptik dengan indra penciuman sebanyak 10 panelis dan Uji laboratorium (amoniak) Kategori Bau:
1. Berbau menyengat
2. Kurang berbau
3. Tidak berbau

Skala: Rasio
3 Lama pengadukan adalah waktu yang diperlukan pada pengadukan limbah tahu yang diberi EM-4, pengadukan cepat selama 1 menit dan pengadukan lambat selama 15 menit. Menit Uji laboratorium menggunakan timer Dalam satuan menit

Skala: Rasio

Lanjutan Tabel 3.2
No Definisi Operasional Satuan Cara ukur Hasil Ukur dan Skala Data
4 Kecepatan pengadukan adalah banyaknya pengadukan yang diperlukan rotari per menit atau kecepatan pengadukan per menit pada limbah cair tahu setelah diberi EM4, kecepatan yang dilakukan yaitu: pengadukan cepat 100 rpm selama 1 menit, kemudian pengadukan lambat 40 rpm selama 15 menit, terakhir pengadukan dengan 0 rpm selama 15 menit. rpm Uji laboratorium menggunakan jar test Dalam satuan rpm

Skala: Rasio
5 Lama pengendapan adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan zat padat dan tersuspensi menjadi partikel-partikel di dalam limbah tahu secara gravitasi selama 15 menit, kecepatan pengendapan partikel tergantung pada berat jenis, bentuk, dan ukuran. Menit Uji laboratorium menggunakan timer Dalam satuan menit

Skala: Rasio
6 pH adalah derajat keasaman dari limbah tahu yang diukur dalam sampel selama pemeriksaan sebelum dan sesudah perlakuan. - Uji laboratorium menggunakan pH meter dengan metode elektrometri Rasio
7 Suhu limbah tahu adalah derajat panas selama pemeriksaan. Suhu pemeriksaan diukur pada tiap tahap pemeriksaan yaitu tahap pengambilan sampel (sebelum perlakuan), pada saat pemeriksaan (setelah diberi perlakuan). 0C Uji laboratorium menggunakan termometer alkohol Dalam satuan 0C

Skala: Rasio

E. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen (experiment research), yaitu penelitian yang dirancang untuk mengetahui pola hubungan sebab akibat, dimana akibat yang timbul disebabkan karena adanya perlakuan dari peneliti (Santjaka, 2003). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu (quacy experimental), dengan model rancangan eksperimen ulang non random (the nonrandomized control group pretest posttest design) (Santjaka, 2003). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, masing-masing perlakuan tersebut meliputi berbagai variasi dosis koagulan EM4, yaitu 0,1 ml/L, 0,5 ml/L, 1,5 ml/L, 2 ml/L. Desain model rancangan eksperimen ulang non random dapat digambarkan sebagai berikut (Santjaka, 2003):



Gambar 3.2. Desain Model Rancangan Eksperimen Ulang Non Random

Keterangan gambar:
1. (E) adalah kelompok eksperimen yang akan diberi perlakuan.
2. (C) adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan.
3. (T) adalah perlakuan (pemberian) EM4 pada sampel dengan konsentrasi yang bervariasi.
4. (-) adalah kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan.
5. 01 adalah hasil pengukuran bau awal (sebelum) perlakuan dengan menggunakan EM4
6. 02 adalah hasil pengukuran bau dan amoniak setelah perlakuan dengan menggunakan EM4
7. 03 adalah hasil pengukuran bau dan amoniak awal pada kelompok kontrol.
8. 04 adalah hasil pengukuran bau dan amoniak kelompok kontrol.


F. Lokasi penelitian
1. Pengambilan sampel limbah cair tahu di Desa Pesalakan Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal
2. Hasil pengambilan sampel diuji di Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal yang berlokasi di Jl. Dr.Sutomo No.1C, Telpon (0283) 491644.

G. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu yang berada di wilayah Desa Pesalakan Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Adapun sampel yaitu sebagian limbah cair tahu yang diambil dari industri tahu yang berada di RT 05 RW 02 Desa Pesalakan Kecamatan Talang Kabupaten Tegal sebanyak 20 ml/L limbah cair tahu.

H. Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data
Data hasil pengukuran yang diperoleh berupa data primer yang dihasilkan dari pengukuran di Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal yang berlokasi di Jl. Dr.Sutomo No.1 C. Data sekunder diambil dari profil Desa Pesalakan Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi. Observasi adalah cara pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan (laboratorium dan uji organoleptik) terhadap sampel yang diteliti (Hasan, 2004).

J. Instrumen Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel limbah cair tahu sebanyak 20 ml/L, EM4, aquades, NaCl, titran EDTA (etilen diamine tetra acetat), HCl, larutan Bufer, EBT (Eriokrom Black T).
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu erlenmeyer 250 ml, ayakan, filter, kertas pH, kertas saring, kertas label, bollpoint, statif, labu takar, gelas ukur, buret, termometer, beker glass 100 ml, pengaduk, kapas dan pipet tetes seukuran.

K. Prosedur Kerja
a. Pengukuran DO dengan metode Winkler menurut Alaerts dan Santika (1984)
1) Sampel yang sudah ada di dalam botol winkler ditambah dengan 2 ml larutan MnSO4 di bawah permukaan cairan.
2) Sampel tersebut kemudian ditambah 2 ml larutan alkali iodida (KOH-KI), botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan membalik-balikan botol beberapa kali
3) Dibiarkan gumpalan mengendap selama 10 menit, apabila proses gumpalan sudah sempurna, maka bagian larutan yang jernih dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pipet sebanyak 100 ml dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.
4) Tambahkan H2SO4 pekat, pada sisa larutan yang mengendap dalam botol Winkler yang dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol, kemudian botol segera tutup kembali
5) Botol digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut. Seluruh isi botol dituangkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 500 ml tadi di butir 3
6) Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, kemudian ditritasi dengan larutan tiosulfat (Na2S2O3) sehingga terjadi warna coklat muda
7) Tambahkan indikator kanji 1-2 ml, akan (timbul warna biru). Titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan, sehingga warna biru hilang pertama kali (beberapa menit akan timbul lagi)
8) Rumus perhitungannya adalah :
Kadar Oksigen Terlarut (DO) = x p x q x 8 mg/L
Keterangan :
p : Jumlah ml Na2S2O3 yang terpakai
q : normalitas larutan Na2S2O3
8 : bobot setara O2

L. Metode Analisis
1. Pengolahan data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah melalui beberapa tahapan yaitu:
a. Editing, yaitu pengecekan dan pengoreksian data yang telah dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data yang terkumpul tidak logis dan meragukan. Tujuannya yaitu untuk menilai kembali jawaban yang telah diberikan oleh responden.
b. Coding, yaitu pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.
c. Entry data, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis data.
d. Tabulating, yaitu membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.


2. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini (Murti, 2003), yaitu:
a. Analisis deskriptif komparatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mencari perbedaan bau dan amoniak limbah cair tahu sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing dosis EM4.
b. Analisis analitik. Analisis analitik digunakan untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dengan menggunakan uji statistik.
Uji statistik yang dipakai (Santoso, 2005), yaitu:
1) Uji Wilcoxon untuk menganalisis atau menguji apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara bau dan amoniak limbah cair tahu sebelum dan sesudah perlakuan dengan EM4.
2) Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk menguji apakah ada beda pemberian dosis EM4 dengan α = 5% dalam berbagai variasi dosis memberikan pengaruh dalam penurunan bau dan amoniak limbah cair tahu.

M. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6
1. Survei awal dan penentuan lokasi penelitian
2. Penyusunan proposal
3. Seminar proposal
4. Pelaksanaan penelitian
5. Pengolahan data, analisis dan penyusunan laporan
6. Seminar hasil

1 komentar:

  1. Kaka. saya boleh minta sumber2 jurnal terkaitnya ga?. makasih sebelumnya. :D

    BalasHapus