Sabtu, Juli 04, 2009

kepemimpinan

A. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan seringkali kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan, untuk menjadi seorang pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, melainkan banyak faktor yang turut berpengaruh.
Menurut Suryadini (2006), pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain sedangkan kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu, kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus mengena kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya sedangkan kekuasan itu sendiri adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.
Kepemimpinan merupakan suatu upaya mempengaruhi pengikut atau bawahan bukan dengan paksaan ataupun kekuasaan yang dimilikinya untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, kemampuan mempengaruhi berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dari para bawahan atau anggotanya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu hubungan yang baik, saling menghormati, menghargai dan mengerti akan hak dan kewajiban baik sebagai pemimpin maupun yang dipimpinnya.
Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan juga dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang meliputi tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif pula suatu kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya, antisipasi kepuasan anggota perlu diperhatikan dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan serta adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan suatu organisasi yang dijalankan secara bersama-sama.

B. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, baik menurut kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya atau kewenangan yang dimiliki dimana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut. Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yang dikemukakan oleh Siagian S (2003) yaitu:
a.Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi dan dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
b.Otokrasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan, dimana dalam proses pengambilan keputusannya sangat bergantung kepada pemimpinnya sendiri. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Jadi penerapan kekuasaanlah yang sangat dominan.
c.Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial atau organisasi itu sendiri. Dengan kata lain, pemimpin memberikan kekuasan penuh terhadap bawahan. Struktur organisasinya bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
Namun secara umum menurut Daniel Goleman, dkk, (www.tanadisantoso.com) ada enam tipe kepemimpinan, antara lain ;
a.Visionary atau Kepemimpian dengan Visi
Gaya kepemimpinan ini mampu membawa orang pada tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhan pada saat terjadinya ketidakpastian atau dibutuhkannya suatu perubahan.
b.Coaching atau Gaya Pembinaan
Gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan hubungan interpersonal seorang dengan seorang untuk mencapai suatu tujuan organisasi, lebih cocok untuk melestarikan kemapanan.
c.Affiliate atau Kepemimpinan Kerja sama
Gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan harmoni, sangat bagus untuk masa-masa sulit khususnya dalam memotivasi team yang sedang dalam krisis.
d.Democratic atau Kepemimpinan Demokrasi
Gaya kepemimpinan ini merupakan suatu gaya kepemimpinan yang mengedepankan pendapat dan pandangan semua orang, konsesus dan keinginan bersama adalah pendapat tertinggi.
e.Pacesetting atau Kepemimpian Memacu Kemajuan
Gaya kepemimpinan ini sangat dibutuhkan untuk memotivasi team dalam mengejar ketinggalan atau untuk mencapai target yang luar biasa.
f.Commanding atau Kepemimpian Otoriter
Gaya kepemimpinan ini merupakan suatu gaya kepemimpinan yang lebih umum dipakai untuk mengatasi kemelut internal.
Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat sengat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok/masyarakat tersebut. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi dimana hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan di atas merupakan gaya atau tipe kepemimpinan modern. Tidak sedikit para pemimpin yang mangadopsi salah satu atau bahkan beberapa tipe kepemimpinan modern tersebut. Namun menurut Weber (www.pikiran-rakyat.com) yang membuat klasifikasi mengenai kekuasaan atas dasar tuntutan keabsahannya (authority), membagi tipe kepemimpinan menjadi 3 antara lain :
a.Tipe Tradisional
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan dimana basis klaimnya ialah kepercayaan akan kekeramatan dari tradisi lama. Dengan kata lain sistem tradisional biasanya mengandung unsur-unsur sebagai berikut : adanya alam pikiran yang magis animistis, adanya ikatan individu yang masih kuat, adanya rupa-rupa larangan dan rupa-rupa kewajiban yang membawa konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari.
b.Kepemimpinan Rasional atau Legal
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan yang didasarkan pada posisi otoritatif karena berhak mengeluarkan perintah.
c.Kepemimpinan Kharismatis atau Perorangan
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan yang bertumpu pada kepercayaan tentang kekeramatan, heroisme, atau keistimewaan seseorang.
Dari ketiga tipe kepemimpinan diatas, tipe tradisional merupakan tipe yang paling buruk karena mengacu pada kepemimpinan absolut di zaman feodal. Tipe rasional merupakan yang paling ideal. Sayangnya, dalam hal politik sekarang ini lebih memilih menggunakan tipe kepemimpinan tradisional untuk menjalankan organisasi modern. Kepemimpinan tradisional memang memberi kenyamanan pada pemimpin bersangkutan, karena kekuasaannya mutlak berada di tangan satu orang (Mintorahardjo, 2007). Akan tetapi model tradisional ternyata menimbulkan masalah lain sebagai contoh dalam dunia usaha, karena terbukti ada faktor-faktor selain uang, yang berpotensi memotivasi para pekerja. Hal ini bukan berarti uang tidak penting, tetapi uang bukanlah satu-satunya faktor. Selain itu, para manajer menyadari bahwa banyak karyawan bisa berinisiatif sendiri (self-starter), dan tidak perlu secara ketat diawasi atau dikontrol (Arismunandar, 2006).
Pandangan negatif akan tipe kepemimpinan tradisional juga terdapat dalam dunia politik. Kepemimpinan tradisional yang dianggap bersifat feodal dalam dunia politik sekarang ini dikatakan tidak cocok lagi dengan zaman di mana semua aspek kelembagaan dan keorganisasian sudah harus dikelola secara modern dan rasional. Partai politik sendiri merupakan sebuah organisasi modern karena merupakan produk dari sistem politik modern yang menonjolkan demokrasi. Dalam zaman yang semakin kompleks seperti sekarang ini, kepemimpinan rasional merupakan sebuah keharusan jika tidak ingin membawa demokrasi dan cita-cita kesejahteraan bersama ke titik balik (Mintorahardjo, 2007).
Demokrasi terus berkembang dalam rangka mencari tipologi yang ideal, dengan kepemimpinan rasional, kelembagaan demokrasi yang ada akan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat. Sebaliknya kepemimpinan tradisional yang feodal merupakan tipe kepemimpinan yang dianggap akan menghambat demokratisasi dan akan selalu kalah dalam kancah persaingan regional maupun global. Kepemimpinan tradisional juga akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah bangsa seperti anti-nasionalisme, sparatisme, etnonasionalisme, primordialisme bahkan radikalisme.
Pimpinan informal/tradisional memiliki pengaruh positif atau negatif dalam peranan sosialnya ditengah masyarakat. Status sosial itu pada umumnya dicapai karena faktor keturunan, kekayaan, taraf pendidikan, pengalaman hidup, kharismatik, maupun jasa-jasanya kepada masyarakat. Sehingga pemimpin dan kepemimpinan informal/tradisional cirinya adalah tidak memiliki penunjukkan formal legitimitas sebagai pemimpin, masyarakat menunjuk dan mengakuinya sebagai pemimpinnya, tidak mendapat dukungan dari organisasi formal, tidak dapat dimutasikan atau promosi atau tidak mempunyai atasan dan apabila melakukan kesalahan tidak dapat dihukum (hanya saja akan ditinggalkan kelompoknya). Hal tersebut merupakan pengaruh negatif dari tipe kepemimpinan tradisional.
Begitu banyaknya anggapan yang buruk mengenai tipe kepemimpinan tradisional membuat tipe kepemimpinan ini semakin jauh ditinggalkan. Namun dibalik semua itu, sebenarnya ada beberapa nilai-nilai luhur tipe kepemimpinan yang bisa diadopsi oleh setiap pemimpin organisasi baik dalam dunia politik ataupun organisasi lainnya. Salah satunya yaitu nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional dalam dunia kesehatan. Sebagai contoh, nilai-nilai luhur dari tipe kepemimpinan tradisional juga layak diadopsi oleh seorang pemimpin dalam sebuah instansi kesehatan. Bagaimanakah nilai-nilai luhur yang sebenarnya terkandung dalam tipe kepemimpinan tradisional Dinas Kesehatan Daerah yang tentu saja berlaku bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan ?
Dengan memahami konsep, teori serta daya kepemimpinan, seorang pemimpin akan lebih mampu memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh organisasinya untuk mencapai tujuan bersama sehingga organisasi yang dipimpinnya akan lebih produktif, efisien dan efektif. Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan mengenai pentingnya dan implementasi nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional khususnya bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah.

C.Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangkan menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
a)Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
b)Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
c)Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas (Field Manual 22-100).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
a)Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b)Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

C. Kepemimpinan Tradisional Dinas Kesehatan Daerah
Keberhasilan pembangunan di Dinas Kesehatan Daerah tidak terlepas dari kepemimpinan yang kuat dari Kepala Dinas Kesehatan Daerahnya, yang mempunyai komitmen yang kuat dan secara konsisten menerapkan apa yang telah disepakati melalui visi dan misi yang telah ditetapkan. Semestinya seorang pemimpin tidak saja bisa melaksanakan sistem-sistem yang telah ada, tetapi juga harus bisa mengembangkan atau merubah tradisi-tradisi yang sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan masyarakat pada jamannya. Demikian juga halnya dengan kehidupan birokrasi pemerintahan yang semestinya juga mengikuti dinamika kehidupan masyarakat yang dinamis dan berubah dengan cepat. Pemerintah selalu terlambat dalam mengambil langkah-langkah menghadapi permasalahan dan tuntutan masyarakat, karena selalu berbenturan dengan mekanisme dan presedur serta landasan hukum yang terkadang tumpang tindih satu sama lain. Disinilah diperlukan kemampuan seorang pemimpin untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat, sehingga permasalahan dapat terselesaikan.
Birokrasi pemerintah di negeri ini terlalu lama telah keliru menaruh loyalitasnya, ada yang mengistilahkan dengan ABS (asal Bapak Senang). Kebiasaan-kebiasaan tersebut telah membentuk karakter birokrasi yang mati rasa, berpura-pura dan tidak jujur. Apa yang terjadi apabila seorang pemimpin juga menutup mata dan telinga, alias tidak mau tahu dengan permasalahan yang terjadi dengan rakyatnya?. Sistem pemerintahan dengan pola sentralistik, semua sudah ditetapkan dari pusat, sehingga daerah hanya menunggu, dan menerima saja apa yang telah ditetapkan dari pusat. Hal ini telah mematikan inisiatif, dan kreativitas daerah. Bahkan perilaku-perilaku pemerintah atau birokrasiyang tidak menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan sudah biasa dilanggar, kesewenang-wenangan penguasa semakin menjadi-jadi. Sangat berbeda dengan era otonomi daerah saat ini.
Dinas Kesehatan Daerah juga harus dapat mengevaluasi program kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit terutama dari segi kwalitas pelayanan dan biaya pelayanan kesehatan. Evaluasi dilaksanakan untuk menindak lanjuti keluhan masyarakat yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Negara kurang diminati oleh masyarakat karena kwalitas pelayanannya mengecewakan. Masyarakat menilai pelayanan swasta lebih meyakinkan, kwalitasnya lebih baik, obatnya lebih baik, petugasnya ramah serta gedungnya lebih baik dan bersih.
Masalah kesehatan tidak kalah pentingnya dengan masalah pendidikan, sehingga apabila dicermati maka derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu : (1) Genetik (Keturunan). (2) Lingkungan. (3) Perilaku. (4) Pelayanan kesehatan. Pemerintah tidak banyak melakukan intervensi, namun faktor-faktor lainnya harus mendapat perhatian serius dari pemerintah yaitu : Faktor Perilaku, Lingkungan dan Faktor Pelayanan kesehatan. Faktor perilaku dan lingkungan dilakukan peningkatan melalui program preventif yang dituangkan dalam kegiatan yang disebut : (1) Program makanan sehat, (2) Program perilaku hidup sehat, (3) Program diteksi dini. Program ini diimplementasikan pada kegiatan penyuluhan-penyuluhan dan pembinaan kesehatan masyarakat, yang dipelopori mulai dari sekolah yang diintegrasikan dengan program UKS (Usaha kesehatan Sekolah) yang disebut dengan Program UKS Terpadu. Melalui program ini pada tataran tertentu anak didik akan mampu mengintervensi dirinya sendiri, keluarga, kemudian lingkungan masyarakat yang lebih luas.
Keberhasilan Dinas Kesehatan Daerah dalam melaksanakan tugas pokok Program Kesehatan sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan Daerah itu sendiri. Dalam sebuah kepemimpinan, pada hakekatnya yang diusahakan adalah kepatuhan orang-orang yang dipimpin (followers) untuk mematuhi kehendak pemimpin (leaders). Oleh karena itu, pemimpin selalu mempengaruhi yang dipimpin dalam lingkungan tertentu untuk mau menerima kehendak pemimpin, serta dengan kemauan dan kesadaran sendiri bersedia menjalankan segala sesuatu yang sesuai dengan keinginan pemimpin itu. Seorang pemimpin selalu berusaha merubah sikap batin atau sikap manusia dan membentuk perilaku mereka yang dipimpin agar menjadi patuh dan setia terhadap pemimpin. Kepatuhan dari mereka yang dipimpin akan terwujud dalam peran serta yang kreatif merupakan tujuan dari kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk melaksanakan tugas-tugas penting sebagai seorang manajer, Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki kemampuan yang tinggi, baik kemampuan mengenai keterampilan konseptual yaitu kemampuan untuk mengembangkan strategi dan kebijakan serta merumuskan konsep kerja, juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan yang bersifat teknis operasional serta keterampilan yang bersifat hubungan antara manusia, karena bagaimanapun sumber daya manusia merupakan sumber daya utama suatu organisasi.
Seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah dalam mengembangkan kemampuan kepemimpinannya, seharusnya tidak hanya mengadopsi teori-teori kepemimpinan modern yang berasal dari barat, tetapi juga perlu memperhatikan nilai-nilai kepemimpinan tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dengan mengambil nilai luhur yang positif dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang. Tidak hanya bagi seorang pemimpin, generasi muda juga bertanggung jawab dalam menggali dan melestarikan budaya bangsa serta menerapkan dalam praktek kehidupan. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka budaya bangsa kita semakin lama akan tersingkirkan dan punah akibat transformasi dan intervensi budaya asing yang begitu gencar merasuki generasi muda kita. Kondisi seperti itu mulai kita rasakan sekarang, budaya bangsa kita hampir tinggal sebuah sejarah saja. Oleh karena itu rasa kepedulian terhadap budaya bangsa harus ditingkatkan, karena sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai kebudayaannya.
Nilai-Nilai Kepemimpinan Tradisional
Indonesia merupakan bangsa besar yang terdiri dari ratusan suku/etnis yang majemuk dengan berbagai kebudayaan yang masing-masing mempunyai nilai. Sebuah ajaran moralistik kepemimpinan tradisional biasanya dituliskan dalam naskah-naskah kuno ataupun karya-karya sastra, contohnya serat Rama yang memuat Hastabrata dan Serat Suryaraja dari Jawa, Lontara Lagaligo untuk suku Bugis Makassar, Kitab Puspakerma bagi suku Sasak di Lombok, Adab Fata-A untuk suku Melayu dan masih banyak lagi peninggalan nenek moyang kita yang sangat bermanfaat untuk kita ambil hikmahnya. Bagi suku-suku yang tidak mengenal tulisan seperti suku Dayak di Kalimantan dan suku Baliem di Irian, biasanya pewarisan nilai-nilai budaya dilakukan secara lisan oleh ketua adat secara turun temurun (Suparto, 2006).
Dari sekian banyak nilai-nilai kepemimpinan tradisional, yang akan dibahas secara khusus adalah kepemimpinan tradisional menurut paham kejawen (suku Jawa). Budaya Jawa merupakan budaya yang sudah berusia tua dan hebatnya mampu bertahan ribuan tahun, yang berfungsi sebagai penunjuk sebagai pedoman bermasyarakat bagi manusia Jawa. Karena kebudayaan inilah manusia Jawa dapat bertahan dan mampu bergaul dengan bangsa-bangsa lain secara terhormat dari waktu ke waktu. Budaya Jawa memiliki esensi ke”rasa“ dan kalau dideskripsikan secara luas dalam berkomunikasi, silaturahmi maupun dalam bersikap, budaya Jawa selalu mengedepankan rasa pangrasa atau egoh pakewuh. Untuk menjaga perasaan diantara sesama, selalu diusahakan agar tidak ada benturan. Dengan paradigma itulah, terlihat sebuah kebersamaan yang selama ini dimiliki oleh orang Jawa.
Salah satu contoh nyata nilai-nilai kepemimpinan tradisional Jawa yang diwariskan oleh budaya adiluhung tersebut adalah yang diungkapkan oleh dunia pewayangan yang dikenal dengan sebutan Hastabrata, yaitu ajaran kepemimpinan kepada Gunawan Wibisana, Raja Alengka yang baru, oleh Prabu Ramawijaya dalam epos Ramayana. Pengertian Hastabrata yaitu berasal dari kata hasta yang berarti delapan dan brata yang berarti laku atau darma. Jadi Hastabrata yaitu delapan laku atau darma yang harus dianut oleh seorang pemimpin yaitu: 1) Sifat Bumi, 2) Sifat Matahari, 3) Sifat Bulan, 4) Sifat Angin, 5) Sifat Samudra, 6) Sifat Air, 7) Sifat Api, 8) Sifat Bintang.
Model Hastabrata dalam Kepemimpinan Dinas Kesehatan Daerah
Nilai filosofi yang terkandung dalam serat Rama yang dilukiskan sebagai Hastabrata dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan karena mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan fleksibel. Nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional yang terdapat pada Hastabrata melalui ajaran dan sifat hendaknya dijadikan suri teladan yang patut dicontoh oleh para pemimpin. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan terhindar malapetaka. Dalam kesempatan ini kami mencoba menjabarkan sifat-sifat Hastabrata khususnya bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah. Berikut dijabarkan kedelapan sifat yang harus dianut oleh seorang pemimpin dalam ajaran Hastabrata :
1.Sifat Bumi
Sifat bagi Kepala Dinas Kesehatan Daerah dilukiskan sebagai sifat yang sabar dan lembut, menerima segala masukan, tidak pemarah, tidak menuntut, ikhlas, membalas kebaikan dan pemaaf, sebagaimana bumi tempat berpijak, tempat menampung segala pernik yang ada di dunia ini.
2.Sifat Matahari
Matahari sebagai sentral peredaran tata surya dan sebagai pedoman arah pancarannya memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup. Dikala tenggelam maka digantikan oleh bulan yang pada hakekatnya adalah sebuah planet yang memancarkan sinar matahari. Profil Kepala Dinas Kesehatan Daerah bertindak tidak hanya sebagai koordinator melainkan juga sebagai penentu kebijakan sentral di tingkat daerah, artinya mempunyai tanggung jawab yang tinggi dan sebagai sebagai pedoman penentu kebijakan laksana matahari.
3.Sifat Bulan
Bulan bersifat redup dan syahdu, kehadirannya selalu dinantikan terutama saat purnama. Bulan memiliki fase atau fungsi yang mempengaruhi gaya gravitasi bumi yang selalu berubah tergantung pada posisinya, Kepala Dinas Kesehatan Daerah hendaknya menjadi sesuatu yang selalu dinantikan karena sifat-sifat yang bijaksana membuat para staf menjadi nyaman dan tenang yang digambarkan dengan bulan yang syahdu dan redup. Pada fase tertentu, sifat bulan ini menggambarkan perjalanan karier seseorang. Kepala Dinas Kesehatan Daerah dalam menjalankan kebijakannya tidak bersifat kaku, melainkan harus longgar dan terkadang juga harus bertindak tegas tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.
4.Sifat Angin
Angin merupakan udara yang bergerak. Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus mempunyai sifat yang dinamis, selalu bergerak, selalu megikuti dinamika masyarakat, selalu tanggap terhadap permasalahan yang timbul di dalam masyarakat. Tidak harus bidang kesehatan saja, melainkan masalah yang meliputi aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya yang turut mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pencapaian derajat kesehatan masyarakat.
5.Samudera
Samudera bersifat luas dan merupakan muara dari sungai-sungai. Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki wawasan luas dan dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul di lingkungan Puskesmas maupun di masyarakat luas, karena seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah merupakan pemimpin formal maupun informal di masyarakat yang dianggap memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas secara sosial.
6.Sifat Air
Air adalah benda yang selalu dibutuhkan oleh makhluk hidup. Air merupakan bagian terbesar dari bumi. Air selalu mengisi tempat yang rendah dan mengikuti wadah dimana ia berada dengan permukaan air yang selalu rata. Implementasinya bagi seorang pemimpin selalu dibutuhkan dalam suatu organisasi, demikian juga dengan Kepala Dinas Kesehatan Daerah untuk mengatur dan mengkoordinasikan tugas-tugasnya. Orientasi kepemimpinan dalam sifat air ini adalah rendah hati, dapat memberikan dikala dibutuhkan, dan bersifat adil serta merata.
7.Sifat Api
Api bersifat membakar dan memanaskan serta mampu menghanguskan apa saja. Dalam implementasinya seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus dapat menggelorakan dan membakar semangat bawahannya dan masyarakat dalam mendukung garis kebijakan kesehatan.

8.Sifat Kartika (Bintang)
Bintang sebagai pedoman arah bagi para nelayan dalam menentukan arah kapalnya. Bintang juga dapat dijadikan pedoman oleh para petani dalam menentukan musim tanam. Implementasinya bagi seorang Kepala Puskesmas, dalam menjalankan kegiatannya dapat menjabarkan secara operasional, strategi kegiatan, kebijakan pengembangan program sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan Daerah juga harus dapat menentukan pedoman prioritas program yang akan dilaksanakan oleh para karyawan di wilayahnya.























Kesimpulan
Karya sastra jawa pada masa lalu memiliki kandungan nilai-nilai luhur yang sangat universal dan fleksibel. Dengan demikian nilai-nilai luhur tersebut masih berlaku untuk kurun waktu yang panjang dalam masyarakat berbeda dari masyarakat pada waktu karya sastra itu diciptakan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih dapat diterapkan sebagai landasan budaya sebagai inspirasi bagi ide-ide atau konsep dalam berbagai bidang kehidupan.
Penerapan sifat-sifat Hastabrata pada kepemimpinan dan manajemen Dinas Kesehatan Daerah ternyata sangat relevan dengan tuntutan teori-teori kepemimpinan modern. Segala sesuatu yang bersifat tradisional itu tidak semuanya jelek atau ketinggalan zaman. Apalagi kita sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya tradisional terutama didaerah pedesaan dimana masyarakat masih menjunjung tinggi nilai budaya mereka.
Agar dapat mengembangkan kemampuan hubungan antara manusia, seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki sifat-sifat yang mulia, diantaranya sifat yang dijabarkan pada Hastabrata. Sifat-sifat tersebut harus diwujudkan dalam setiap perkataan, sikap dan perilaku. Karena jika hanya disampaikan dalam bentuk petuah tanpa mewujudkan dalam sikap dan perilaku maka usaha itu tidak akan menunjukkan hasil yang memuaskan.
Mengutip sebuah pepatah lama yang berisi nilai budaya bangsa yang patut dijadikan sebagai bahan renungan yaitu “Sesekali lancung keujian, seumur hidup orang tidak percaya”, artinya dalam praktek kehidupan terutama dalam hal yang berhubungan dengan transmisi nilai budaya diperlukan kesatuan kata dengan perbuatan. Nilai budaya yang hanya dibicarakan dalam bentuk pidato dan petuah saja tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan keteladanan yang mengatakan itu (Suparto, 2006).

Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.




















DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Satrio. 2006. Gaya Kepemimpinan di Perusahaan Media. (On-line) http://satrioarismunandar6.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Desember 2008.

Goleman, Daniel, Richard Boyatzis, dan Annie McKee. 2002. Realizing The Power of Emotional Intelligence. (On-line) . http://www.tanadisantoso.com/v50/BookReview/index.php? Diakses tanggal 8 Desember 2008.

Http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan. 2007. Kepemimpinan.. Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Http://www.pikiran-rakyat.com/. 2004. Masa Depan PAN Pasca Amien.. Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Manahan P.T., Perilaku Keorganisasian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Mintorahardjo, Sukowaluyo. 2007. Partai Feodal Ketinggalan Zaman. (On-line) http://unisosdem.org/ekopol_detail.php? Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Siagian, S. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Rineka Cipta, Jakarta.

Suryadini. 2006. Hakikat Kepemimpinan. (On-line) http://www.pontianakpost.com./berita/index.asp. Diakses tanggal 17 Desember 2008.

pengolahanlimbah

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLANN LIMBAH
DI PT. INDESSO AROMA BATURADEN










Oleh :



abdul wakhid
L1A005039
















DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2009

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia baik limbah dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga tidk membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Namun pada kenyataannnya masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang air limbahnya ke lingkungan melalui sungai, danau ataupun ke laut. Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran air.
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Penelolaan Lingkungan Hidup (UU No.23/1997). Ketidaktaatan, kelalaian, atau pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sejumlah kemungkinan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (PP No. 20/1990) pencemaran air didefinisikan sebagai berikut : pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1, Angka 2).
Pengolahan air limbah di PT. Indesso Aroma dilakukan dengan minimalisasi jumlah air limbah yang merupakan konsep pengolahan air limbah yang sedang digalakkan di negara-negara maju yang berkaitan erat dengan berbagai teknologi maju. Pengolahan air limbah ini mengacu pada penggunaan advance technology setelah minimalisasi jumlah air limbah dijalankan secara maksimal, dengan kata lain rendemen hasil produksi tinggi, tetapi limbah yang dihasilkan sangat kecil.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.Mengetahui kadar COD air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
2.Mengetahui suhu air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
3.Mengetahui pH air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
4.Mengetahui kekeruhan air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
5.Membandingkan karakteristik air limbah pada bak pre aerasi dengan bak aerasi di PT. Indesso Aroma













II. TINJAUAN PUSTAKA

Air yang digunakan untuk keperluan industri, irigasi, keperluan rumah tangga dan keperluan lainnya sering dikembalikan lagi ke asalnya. Limbah cair merupakan limbah yang bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Bahan baku mengandung air digunakan dalam proses pengolahannya sehingga air harus dibuang. Limbah dari industri pada umumnya bersifat sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di lingkungan yang sangat jadi perhatian ialah yang bersumber dari kegiatan manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah (Gintings, 1992).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air dan derajat pengolahan air limbah yang ada (Sugiharto, 1987).
Limbah perlu pengolahan bila ternyata mengandung senyawa pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau paling tidak potensial menciptakan pencemaran (Gintings, 1992). Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Pengolahan tambahan diperlukan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah. Pengolahan secara bertahap diperlukan agar bahan tersebut dapat dikurangi (Sugiharto, 1987).
Menurut tingkatan prosesnya pengolahan limbah dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Pengolahan Pendahuluan (Pretreatment)
Air limbah banyak mengandung padatan terapung atau melayang. Padatan berupa lumpur, potongan kain pasir, dan lainnya. Bahan tersebut mudah diidentifikasi sebab mudah terlihat mata. Bahan lainnya yaitu lapisan minyak dan lemak diatas permukaan air (Gintings, 1992). Sebelum mengalami proses pengolahan perlu dilakukan pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses selanjutnya (Sugiharto, 1987). Saringan dalam pretreatment biasanya kasar tapi tidak mudah berkarat. Ukurannya 30x30 cm untuk debit air 100 m3. Ukuran ini sudah cukup baik untuk menyaring bahan kasar. Apabila hasil yang diinginkan lebih baik dapat dipasang seri 2 atau 3 buah. Minyak pada lapisan atas akan terjaring pada kawat kasa bersama bahan kasar lainnya. Pengolahan tingkat pretreatment mempengaruhi hasil pada pengolahan tingkat primer (Gintings, 1992).
2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengepungan. Pengendapan adalah kegiatan utama tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi adanya kondisi yang sangat tenang (Sugiharto, 1987). Proses penanganan primer pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap untuk memisahkan air dari bahan padatan yaitu dengan cara membiarkan padatan tersebut mengendap atau memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung (Fardiaz, 1992). Proses penanganan primer terdiri dari beberapa tahap:
a. Penyaringan. Bahan-bahan buangan yang mengapung dan berukuran besar dihilangkan dari bahan buangan dengan cara mengalirkan air tersebut melalui saringan. Alat yang digunakan disebut Kominutor (Alat yang dapat menyaring sambil menghancurkan limbah padatan.
b. Pengendapan dan pemisahan benda-benda kecil. Pada hasil hancuran pada padatan dari tahap pertama dibiarkan mengendap pada dasar suatu tabung. Endapan yang dihasilkan dari proses ini kemudian dipisahkan.
c. Pemisahan pengendapan. Setelah dipisahkan dari benda-benda kecil, air buangan masih mengandung padatan tersuspensi. Padatan dapat mengendap jika aliran air buangan diperlambat dan proses ini dilakukan dalam tangki sedimentasi (Fardiaz, 1992).
3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalam (Sugiharto, 1987). Pengolahan sekunder ialah pengolahan biologis seperti pengolahan dengan lumpur aktif, kolam oksidasi, trickling filter, lagoon storage dan aerasi, land spreading dan lainnya (Slamet, 2002). Proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya.
4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses penanganan primer dan sekunder terhadap air buangan dapat menurunkan nilai BOD air dan menghilangkan bakteri yang berbahaya. Proses tersebut tidak dapat menghilangkan komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut (Fardiaz, 1992). Proses tingkat lanjut ditujukan terutama untuk menghilangkan senyawa anorganik seperti kalsium, kalium, sulfat nitrat, fosfor, dan lain-lain maupun senyawa kimia organik. Proses-proses kimia, fisika dan biologis yang terjadi ada pengolahan tahap ini antara lain filtrasi, destilasi, pengepungan, pembekuan, stripping dan lain-lain. Proses kimia meliputi absorpsi karbon aktif, pengendapan kimia, pertukaran ion, elektrokimia, oksidasi dan reduksi. Proses biologis meliputi proses melalui bakteri, algae nitrifikasi (Gintings, 1992).
Limbah yang dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar baku mutu. Baku mutu limbah cair tersebut antara lain :
1.Suhu
Air yang telah digunakan dalam kegiatan industri dan teknologi (air limbah industri) tidak boleh dibuang secara langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air yang tercemar harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan atau dibuang kembali tanpa menyebabkan pecemaran lingkungan. Adanya tanda atau perubahan seperti suhu berarti menunjukan bahwa air tercemar (Wardhana, 2001).
Suhu air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, suhu normal agak sedikit lebih tinggi daripada suhu umum persediaan air di lingkungan. Ukuran-ukuran suhu adalah berguna dalam memperlihatkan kecenderungan aktifitas kimiawi dan biologis, pengentalan, tekanan uap, ketegangan permukaan dan nilai-nilai penjenuhan dari benda-benda padat dan gas. Aktivitas biologi ditingkatkan oleh meningginya suhu kira-kira 600C. Pertumbuhan dan kematian jasad-jasad renik dan BOD diatur sampai suatu tingkat oleh suhu yang juga memainkan peranan penting dalam reaksi biologis. Tingkat oksidasi zat organik jauh lebih besar selama musim panas dibandingkan musim dingin (Soemarwoto, 1984).
2.Warna
Warna pada air limbah menunjukkan kekuatan pencemarannya, air limbah yang berwarna abu-abu sudah basi atau busuk akan berwarna gelap, sampah perdagangan apabila dibuang ke selokan warnanya akan terlihat khas pada air limbah. Banyak sampah industri berwarna mencolok walaupun orang awam seringkali menilai keadaan air limbah atau air selokan berdasarkan warnanya. Hal ini dengan sendirinya tidak dapat menunjukan secara tegas bahaya yang dikandungnya. Pada berbagai tujuan cukuplah dengan menyatakan warna air limbah dan bau dari air limbah, sampah perdagangan atau air menunjukan sifat-sifat kualitas perairan (Soemarwoto, 1984).
3.Bau
Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum yang terpolusi rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin sukar dideteksi, bau yang menyengat akan timbul pada pantai, sungai, laut dan danau yang terpolusi. Kehidupan hewan air akan berkurang pada air sungai yang terpolusi berat atau minyak yang terlihat terapung pada permukaan air laut. Hal ini menunjukanadanya polusi, melalui tanda-tanda polusi air yang berbeda disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. (Fardiaz, 1992)
Cara mengetahui apakah air terpolusi atau tidak diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apabila terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Misalnya suhu, bau, warna, nilai pH dan lain-lain. Bau air tergantung dari sumber air. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, tumbuhan serta hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau sulfat dapat disebabkan oleh reduksi sulfat dengan adanya organik dan bahan mikroorganisme anaerobik (Fardiaz, 1992).
4.pH
pH merupakan ukuran suatuasam, pH suatu larutan dapat diberi perlakuan dengan berbagai cara, antara lain dengan jalan menetrasi larutan dengan asam, basa dengan kertas indicator atau lebih teliti lagi dengan pH meter. Larutan asam kadar ion H tinggi dan kadar ion OH rendah. Demikian sebaliknya dalam larutan basa kadar ion H-nya rendah dan kadar ion OH tinggi. Bilamana larutan itu normal, maka kadar ion H sama dengan ion OH (Martoharsono, 1994).
Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion H di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2001).
Air masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Makin lama pH air akan menurun menuju suasana asam. Hal ini disebabkan pertambahan bahan-bahan organic yang kemudian membebaskan CO jika mengurai. Pada umumnya jika pH itu kurang dari 7 dan lebih dari 8,5 kita harus hati-hati karena mungkin ada pencemaran seperti pabrik bahan kimia, rabuk, kertas, mentega, keju dan sebagainya. Kebasaan air ialah suatu kapasitas air untuk menetralkan asam. Hal ini disebabkan ada basa atau garam basa yang terdapat dalam air, misalnya NaOH, Ca(OH) dan sebagainya. Garam basa yang sering dijumpai ialah karbonat logam-logam Na, Ca, Mg dan sebagainya. Kebasaan yang tinggi belum tentu pH-nya tinggi (Soemarwoto, 1984).
Skala pH adalah suatu skala logaritma bukan skala hitung. Logaritma konsentrasi ion hydrogen yang saling berlawanan dikenal sebagai nilai pH. Pengukuran pH adalah penting dan praktis karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada tingkat pH yang khusus atau dalam lingkungan pH yang sangat sempit. Dalam pengendalian pencemaran anaerobic dari zat-zat organic, penentuan pH sangat berguna apabila pH mendekati 5, tingkat keasaman pencernaan jadi tidak normal atau dengan demikian kurang memuaskan (Soemarwoto, 1984).
Peningkatan keasaman air buangan pada industri-industri umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tiggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH nya rendah. Perubahan keasaman pada air buangan baik kea rah alkali (pH naik) maupun kea rah asam (pH menurun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya. Selain itu air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).
5.Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan salah satu cara yang sederhana untuk mengukur potensi bahan yang dapat teroksidasi secara biologis untuk penurunan oksigen di air. Nilai BOD ini diperoleh dalam kondisi laboratorium dengan menginkubasikan contoh air selama 5 hari pada temperatur 20 C dan kemudian menghitung jumlah oksigen yang digunakan. Nilai BOD ini dapat digunakan untuk mengestimasikan efek pencemaran organic terhadap badan penerima. sebab limbah dengan BOD tinggi akan membahayakan badan penetimanya. Pencemar organic dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan hewan yang kemungkinan besar kaya akan organisme penyebab penyakit (organisme patogen). (zulkifli, 1997)
BOD menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi baha-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992).
Uji coba kebutuhan oksigen biokimia (BOD) merupakan salah satu uji coba yang paling penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, selokan-selokan dan air yang telah tercemar. Uji coba biokimialah ayang mengukur jumlah zat organic yang kemungkinan akan dioksidasi oleh kegiatan-kegiatan bakteri aerobic (bakteri yang hidup dengan oksigen) biasanya dalam masa lima hari pada suhu 20 C. BOD dapat ditentukan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri dalam menyeimbangkan zat-zat organik yang dapat dibusukkan di bawah keadaan aerobic. Hasil hasil uji coba BOD mengenai zat-zat organic maupun dengan jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya karena hubungan kuantitatif yang pasti terdapat diantara jumlah oksigen yang perlu untuk mengubah sejumlah tertentu campuran organic yang menjadi karbondioksida dan air (Soemarwoto, 1984).
Standar BOD untuk penentuan kualitas air yang layak kita lihat. Jika air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai 2 ppm dianggap bersih sedangkan BOD 3 ppm masih dianggap cukup bersih dan BOD 4 ppm dianggap kebersihannya diragukan, tetapi jika BODnya mencapai 5 ppm atau lebih marupakan air tidak bersih. Bahan buangan industri pengolahan pangan mempunyai nilai BOD yang variasinya yaitu mulai 100-100.000 ppm (Fardiaz, 1992).
6.Chemical Oxygen Demand (COD)
COD merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organic tang terlarut di dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Soemarwoto, 1984).
Uji COD digunakan sebagai suatu ukuran pencemaran dari air limbah domestic dan sampah industri. Manfaat COD ialah lebih bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun, waktunya yang singkat, tidak mengadakan perbedaan antara zat organik yang stabil dan yang tidak stabil (Mahida, 1984).
7.Total Suspensi Solid (TSS)
Padatan terendap (sedimen) adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai kuran yang relative besar dan berat sehingga mengendap dengan sendirinya (Fardiaz, 1992).
Seseorang yang meneliti mengenai padatan tersuspensi dan terlarut total dalam air didasarkan atas 2 alasan. Pertama untuk menentukan produktivitas yakni kemampuan mendukung kahidupan. Kedua untuk menetapkan norma untuk air yang dimaksud. Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, Lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya diberikan dalam milligram per liter atau bagian per juta (bpj). Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air juga dinyatakan dalam miligram per liter (mg/l) atau dalam bagian per juta (bpj) (Sastrawijaja, 1991).
Minyak Atsiri
Minyak yang ada di alam dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1.Minyak mineral (mineral oil)
2.Minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan
3.Minyak atsiri (essential oil)
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama eteris atau minyak terbang (volatile oil) atau minyak aromatik yang dihasilkan oleh tanaman. Berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain (lihat alelopati) dalam mempertahankan ruang hidup. Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan (seperti kesturi dari beberapa musang atau cairan yang berbau menyengat dari beberapa kepik), zat-zat itu tidak digolongkan sebagai minyak atsiri.
Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Dalam bidang industri, minyak atsiri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, flavoung agent dalam makanan atau minuman serta sebagai pencampur rokok kretek. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan astiseptik internal dan eksternal, untuk bahan analgesic, haemolitic atau sebagai antizymatic serta sebagai sedavita dan stimulans untuk obat sakit perut.
Minyak atsiri yang baru diekstraksi biasanya tidak berwarna atau ber-warna kekuning-kuningan. Jika minyak atsiri lama di udara terbuka dan terkena cahaya serta pada suhu kamar, maka minyak atsiri tersebut dapat mengabsorbsi oksigen di udara sehingga menghasilkan warna minyak yang lebih gelap, bau minyak berubah dari bau wangi alamiahnya dan minyak lebih kental dan akhirnya membentuk sejenis resin.
Minyak atsiri dapat menguap pada suhu kamar dan penguapannya semakin besar seiring dengan kenaikan suhu. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama dihidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda.
Umumnya minyak atsiri larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Daya larut tersebut akan lebih kecil jika minyak atsiri mengandung fraksi terpene dalam jumlah besar. Sifat minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di dalamnya, terutama persenyawaan tak jenuh (terpene), ester, asam dan aldehida serta beberapa jenis persenyawaan lainnya. Beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah oksidasi, hidrolisa polimerisasi (resinifikasi) dan penyabunan. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
Jenis-Jenis Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat dibuat dari setiap bagian tanaman (daun, bunga, buah, biji, batang/ kulit dan akar). Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae.
Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum
Minyak atsiri secara umum terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), kadang-kadang juga terdiri atas nitrogen (N) dan belerang (S). Minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen yang tidak dapat menguap. Berdasarkan komposisi kimia dan unsur-unsurnya minyak atsiri dibagi dua, yaitu: hydrocarbon dan oxygeneted hydrocarbon. Hydrocarbon/hidrokarbon memiliki unsur-unsur hidrogen (H) dan karbon (C). Hidrokarbon terdiri atas senyawa terpene. Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri atas : monoterpen (2 unit isoprene), sesouiterpen (3 unit isoprene), diterpen (4 unit isoprene), politerpen, parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Komponen hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas dari setiap jenis minyak.
Sebagai contoh minyak jeruk mengandung 90% limonen. Oxygeneted Hydrocarbon mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Yang termasuk oxygeneted hydrocarbon adalah persenyawaan alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan eter. Ikatan karbon dalam oxygeneted hydro-carbon ada yang jenuh dan ada yang tidak jenuh.
Proses Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Atsiri ini meliputi :
(a) Ekstraksi dengan teknik distilasi uap
(b) Pemisahan dengan teknik destilasi molekuler
(c) Pemurnian dengan teknik ekstraksi fluida superkritik
(d) Fraksinasi komponen atsiri dengan teknik destilasi
(e) Fraksinasi Vakum
Selain itu telah dikuasai proses Pemisahan Komponen Murni dari Minyak Sereh (Citronellol ) yang meliputi :
(a) Pemisahan komponen murni minyak atsiri (Essential Oil)
(b) Pemisahan citronellol dalam minyak sereh dengan sistem distilasi fraksinasi
(c) Pemisahan komponen minyak atsiri dapat dilakukan tanpa pelarut
(d) Tidak menghasilkan limbah. (Pusat Penelitian Kimia – LIPI)
Penyulingan Sistem Kohobasi
Salah satu cara untuk meng-isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman penghasil minyak atsiri adalah dengan penyulingan, yaitu pemisahan komponen yang berupa cairan dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses tersebut dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air.
Berdasarkan kontak antara uap air dan bahan yang akan disuling, metode penyulingan minyak atsiri dibedakan atas tiga cara, yaitu:
(1) penyulingan dengan air
(2) penyulingan dengan uap dan air
(3) penyulingan dengan uap.
Penyulingan dengan air serta penyulingan dengan uap dan air lebih sesuai bagi industri kecil karena lebih murah dan konstruksi alatnya sederhana. Namun penyulingan dengan uap dan air memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan uap air yang cukup besar. Hal ini karena sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman sehingga bahan bertambah basah dan mengalami aglutinasi. Untuk mengatasi kelemahan ini, telah dikembangkan model pe-nyulingan uap dan air yang dikombinasikan dengan sistem kohobasi. Pada sistem ini pemanasan air dalam ketel penyulingan dilakukan secara langsung terhadap dasar ketel. Dengan sistem ini, bahan bakar dapat dihemat sampai 25%, karena air yang digunakan hanya 40% dari yang normal.
Untuk penyulingan minyak atsiri dengan kapasitas 1.000 liter, sistem pemanasan air dalam ketel harus ditambah dengan pemanasan air semiboiler. Pemanasan air semi- boiler dapat dilakukan dengan cara memasang pipa-pipa kecil yang mengalirkan panas dari asap sisa bakar (flue gas) pada air dalam ketel.

Pengembangan Model Agroindustri Minyak Nilam
Dalam rangka pengembangan model pengolahan minyak atsiri, Puslitbang Perkebunan telah merancang unit penyuling minyak atsiri sistem kohobasi dan semi-boiler (SBCS-1000). Alat suling minyak atsiri sistem kohobasi semiboiler ini dikembangkan di Desa Cikondang, Majalengka berkapasitas 100 kg daun nilam kering per penyulingan. Rendemen minyak nilam yang diperoleh rata-rata 2%. Bila diasumsikan umur ekonomi alat 10 tahun, maka harga pokok alat adalah Rp 83.000/kg. Untuk 2 tahun masa suling dengan tingkat harga minyak Rp 140.000/kg, agroindustri minyak atsiri memperoleh NPV pendapatan bersih Rp21.107.728 dan B/C 1,67.
Selain untuk menyuling minyak nilam, alat ini dapat juga digunakan untuk menyuling daun serai wangi. Dari 118 kg bahan baku diperoleh minyak serai wangi rata-rata 1.630 ml atau rendemen minyak sekitar 1,35% v/b dengan laju penyulingan 724 ml/menit.

Kelayakan Operasi Alat Penyuling Minyak Atsiri Model SBCS-1000
Alat penyuling minyak atsiri model SBCS-1000 telah diuji coba sebagai model percontohan agribisnis minyak atsiri di Desa Cikondang, Majalengka. Alat ini dioperasikan sepenuhnya oleh Kelompok Usaha Tani Nilam Mekar I dan II di bawah bimbingan peneliti Balittro, Bogor. Penyulingan 100 kg daun nilam kering selama 6-8 jam operasi memberikan keuntungan bersih Rp 60.000. Kapasitas kerja alat mampu menampung 500 kg daun nilam kering per hari. Dengan kemampuan demikian, penggunaan alat penyuling minyak atsiri model SBCS-1000 ini memberi peluang keuntungan Rp 300.000 per hari.
























III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

A.Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah buret dan statif, erlenmeyer 250 ml, pipet, refluks, penangas, labu takar, alumunium foil, beker gelas, dan gelas ukur 100 ml.
B.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan KMnO4 0,01 N, larutan asam oksalat 0,01 N, akuades dan sampel air limbah.

C.Cara Kerja
1.Pengukuran COD
a.Sampel air limbah dari bak pre aerasi diambil dengan botol sampel kemudian dilakukan pengenceran 1%.
b.Sampel air limbah yang telah diencerkan diambil sebanyak 100 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
c.Ditambahkan 10 ml larutan KMnO4 dan larutan H2SO4 sebanyak 5 ml sehingga sampel air limbah berubah warna menjadi merah muda.
d.Erlenmeyer ditutup dengan kertas aluminium foil kemudian dididihkan selama 10 menit sejak muncul gelembung pertama.
e.Setelah itu sampel air limbah ditambah dengan 10 ml larutan asam oksalat lalu didinginkan dan larutan berubah menjadi bening.
f.Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 sampai terbentuk larutan yang berwarna merah muda.
g.Untuk blanko dilakukan hal yang sama.
h.Rumus perhitungan COD adalah sebagai berikut :
Kadar COD =
2.Pengukuran suhu
a.Termometer celcius dengan bantuan nilon dicelupkan ke dalam bak pre aerasi selama 10 menit.
b. Kemudian dilakukan pencatatan setelah skala menunjukkan angka yang konstan.
3.Pengukuran pH
a.Kertas indikator pH diambil selembar dan dicelupksn ke dalam sampel air limbah selama 5 menit.
b.Kemudian perubahan warna yang terjadi pada kertas pH tersebut, cocokkan dengan warna standar dan catat hasilnya.





















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil
Hasil pengukuran karakteristik air limbah di PT Indesso Aroma adalah :
No.
Kelompok
Suhu (0C)
pH
COD (mg/l)
1.
I
36
7
1613
2.
II
31
7
1766
3.
III
32
7
1859
4.
IV
29
7
2229,7
5.
V
28
7
248,192
6.
VI
29
7
155
7.
VII
29
7

8.
VIII
28
7



Perhitungan COD pada kelompok V adalah:
Blanko = 1,1 ml
FK = 10,2 ml
COD =
F =
COD Blanko =
CODSampel=
COD =






B.Pembahasan
Air merupakan kebutuhan pokok bagi menusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, mandi, mencuci, pertanian, perikanan dan menunjang dalam kegiatan industri. Dalam kegiatan industri, air limbah yang dihasilkan tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Pada perusahaan PT Indesso Aroma, air limbah dihasilkan dari air cuci alat, air sisa proses dan colling water (pendinginan) dimana air limbah yang dihasilkan sudah dilakukan proses daur ulang Water Treatment Recycle Proses. Debit air limbah yang masuk ke IPAL rata-rata 25 m3/hari.
Buffer Basin merupakan bak pre aerasi, dimana bak ini merupakan tempat tumbuh mikroba yang menampung berbagai jenis mikroba yang akan merombak air limbah melalui proses aerobik. Proses seeding dilakukan dengan menggunakan SGB (Super Growth Bacteria), pupuk kandang (rumen sapi) dan sedikit lumpur dengan penambahan air gula (molase) dengan rentang waktu selama 1 bulan. Pada kolam ini bakteri yang berperan adalah bakteri aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk proses perombakan limbahnya. Proses aerobik pada buffer basin dilengkapi dengan 2 pompa surface (aerator) yang berfungsi untuk pengadukan dan suplai oksigen. Buffer basin merupakan tahap awal proses biologi (lumpur aktif mulai tumbuh). Setelah di buffer basin, air limbah akan mengalir menuju ke tiga bak aerasi yang masing-masing bak terdapat 9 air-bubble diffuser yang berfungsi sebagai alat suplai kebutuhan oksigen.
Suhu pada bak buffer basin adalah 28 0C dan pada bak aerasi suhunya 29 0C yang berarti terjadi kenaikan suhu. Hal ini disebabkan karena pada salah satu alat Air-bubble diffusernya tidak berfungsi dengan baik (rusak) sehingga suplai kebutuhan oksigen menurun, yang mana oksigen ini dibutuhkan oleh kehidupan mikroba. Selain itu juga disebabkan karena pengukuran suhu dilakukan pada siang hari. Suhu panas pada siang hari berpengaruh terhadap pengukuran suhu. Sebaiknya suhu yang diperlukan untuk kehidupan mikroba berkisar antara 20 – 28 0C dan pH yang diharapkan adalah antara 6,5 – 8,5. Nilai pH untuk bak buffer basin dan bak aerasi adalah 7. Suhu dan pH dalam bak buffer basin sudah memenuhi standar untuk kehidupan mikroba dengan baik. Pada bak ini karakteristik air limbah yang ada harus diperhatikan, karena sangat berperan bagi kehidupan mikroba.
Parameter air limbah yang dilakukan pengukuran oleh kelompok 5 adalah warna dan bau. Warna yang ada pada bak ini adalah kuning kecoklatan dan tidak berbau. Selain itu, dilakukan pengukuran COD yang hasilnya pada buffer basin adalah 248,192 dan pada bak aerasi adalah 155. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar COD mengalami penurunan, hal ini dikarenakan air limbah sudah mengalami proses perombakan oleh mikroba dalam air limbah dengan bantuan oksigen. Proses yang terjadi pada saat perombakan adalah :
Oleh bakteri aerobic
CONHS (bahan organik) + O2 + nutrient NH3 + CO2 + C5H7O2N + hasil lain

Proses ini bisa menurunkan kadar COD, BOD, NH3, H2S dan menghasilkan mikroba baru. Selain itu, terjadi proses nitrifikasi yaitu proses biologis dimana ammonia berubah menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat dengan bantuan oksigen. Proses nitrifikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Bakteri Nitrit
A. NH3 + 3/2 O2 HNO2 + H2O
Bakteri Nitrat
B. HNO3 + ½ O2 HNO3
(A+B) NH3 + 2O2 HNO3 + H2O

Sludge yang mengendap pada bak sedimentasi dialirkan lagi ke buffer basin setiap 3 jam sekali. Hal ini dikarenakan lumpur tersebut digunakan oleh mikroba sebagai nutrisi dan sebagai tempat menempelnya mikroba yang hidup. Apabila lumpur yang dikembalikan tidak mencukupi, maka MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) atau padatan terlarut dari berbagai kombinasi akan menjadi turun dan stabilisasi akan kurang baik. Bila lumpur yang dikembalikan banyak akan menghasilkan MLSS yang tinggi sehingga akan sulit untuk mengendap pada bak sedimentasi. MLSS biasanya dijaga pada 2000 – 4000 mg/L pada bak pre aerasi. Apabila oksigen yang diberikan pada buffer basin berlebihan maka bisa menyebabkan kenaikan lumpur (rising sludge) pada bak sedimentasi (Anonimous, 2003).

























V. PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Kadar COD air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 248,192 mg/l.
2.Suhu air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 28 oC
3.pH air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 7.
4.Air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma berwarna kuning kecoklatan dan tidak berbau.
5.Kadar COD pada bak aerasi mengalami penurunan dibandingkan bak pre aerasi, hal ini dikarenakan air limbah sudah mengalami proses perombakan oleh mikroba dalam air limbah dengan bantuan oksigen.

B.Saran
Diharapkan PT. Indesso Aroma dapat mempertahankan sistem pengolahan limbah cair sehingga limbah cair yang dihasilkan tetap sesuai standar dan tidak mencemari lingkungan.














DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2003. Prinsip Dasar HWWTP (Hospital Waste Water Treatment Plant). Instalasi Pengelolaan Air Limbah. Pemalang.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Gintings, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Sinar Harapan. Jakarta.

Martoharsono, S. 1994. Biokimia Jilid I. UGM Press. Yogyakarta.

Slamet, J. S. 2000. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Soemarwoto, O. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali. Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Limbah. UI Press. Jakarta.

Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta

LABK3

TUGAS TERSTRUKTUR
LABORATORIUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


KELELAHAN KERJA DAN PENGUKURANNYA










Oleh

abdul wakhid
L1A005039



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2009









KELELAHAN KERJA DAN PENGUKURANNYA

Produktivitas kerja merupakan suatu bagian penting dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan semakin meningkatnya produktivitas kerja diharapkan berbagai proses yang terjadi dalam suatu pekerjaan akan berjalan sesuai yang diharapkan. Namun sebaliknya berbagai hal yang dapat terjadi apabila pekerja sebagai sumber daya yang memegang peranan penting dalam suatu pekerjaan harus mengalami penurunan produktivitas kerja karena satu atau lain hal seperti kelelahan kerja. Terdapat beberapa jenis kelelahan umun yaitu:
a.Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.
b.Kelelahan seluruh tubuh, terlalu besarnya beban fisik bagi seluruh organ.
c.Kelelahan mental, dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.
d.Kelelahan syaraf, terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.
e.Terlalu monotonnya kerja dan suasana sekitarnya.
f.Kelelahan kronis, akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.
g.Kelelahan siklus hidup, bagian dari irama hidup siang dan malam seta pertukaran periode tidur.

A.BATASAN KELELAHAN KERJA
Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan secara umum terjadi pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitas.
Kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.Kelelahan otot/fisik (Muscular Fatigue)
Merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Berkurangnya kinerja otot dapat terjadi secara fisiologis berupa berkurangnya tekanan fisik dan makin rendahnya gerakan yang mengakibatkan tenaga kerja kemampuan berkerja menjadi lemah dan meningkatnya kesalahan dalam bekerja sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja (Budiono, 2003).
2.Kelelahan umum (General Fatigue)
Merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh aktivitas fisik atau psikis.
3.Kelelahan kronis atau klinis
Kelelahan yang terus menerus setiap hari berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah dapat terjadi bukan saja setelah melakukan pekerjaan, tetapi juga pada saat melakukan pekerjaan dan bahkan sebelum bekerja. Gejala-gejaala psikis kelelahan kerja yaitu:
a.perasaan lesu
b.perbuatan antisosial dan tidak cocok dengan sekitarnya
c.depresi
d.kurang tenaga
e.kehilangan inisiatif
Tanda-tanda psikis tersebut sering disertai kelainan-kelainan psikomatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur. Kelelahan klinis atau kronis dapat disebabkan oleh berbagai tekanan-tekanan yang terakumulasi dalam jiwa dalam waktu yang panjang yang akan mempengaruhi psikologis pekerja tau konflik mental seperti:
a.Sakit kepala
b.Perasaan pusing
c.Sulit tidur
d.Setak jantung yang tidak normal
e.Keluar keringat berlebihan (keringan dingin).
f.Kehilangan nafsu makan
g.Masalah pencernaan (nyeri lambung, diare, sembelit dan sebagainya)
4.Kelelahan Psikologis
Kelelahan kerja dapat terjadi mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan psikologis, sikap negatif terhadap pekerjaan, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja.
5.Kelelahan Akut
Merupakan kelelahan yang terjadi akibat pekerjaan yang dilakukan terlalu berat atau pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai porsinya. Biasanya pekerja melakukan pekerjaan kurang istirahat atau juga bekerja tambahan/ lembur.

B.PENYEBAB DAN TANDA-TANDA KELELAHAN KERJA
Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak menggairahkan.
Secara umum, gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif bisa terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40% tenaga aerobik malis. Tanda-tanda utama terjadinya kelelahan adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak di luar kesadaran serta proses pemulihan. Orang yang mengalami kelelahan menunjukkan tanda-tanda :
1.penurunan perhatian
2.perlambatan dan hambatan persepsi
3.lambat dan sukar berpikir
4.kurangnya kemauan dan dorongan untuk bekerja
5.kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subjektif dan objektif antara lain :
1.perasaan lesu, ngantuk dan pusing
2.tidak atau kurang mampu berkonsentrasi
3.berkurangnya tingkat kewaspadaan
4.persepsi yang buruk dan lambat
5.tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja
6.menurunnya kinerja jasmani dan rohani
Kelelahan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas industri. Menurut Suma’mur (1987), sebab timbulnya kelelahan ada 5 kelompok, yaitu :
1.monotoni
2.beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental
3.keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan
4.keadaan kejiawaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik
5.penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi
2.Berkurangnya minat/ semangat para pekerja.
3.Tidak suka bergaul.
4.Merasa tidak atau kurang berharga.
5.Extra systole.

C.AKIBAT KELELAHAN KERJA
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injures) yaitu nyeri otot tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
Kelelahan kerja dapat menimbulkan peningkatan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar dari pekerjaan, kecelakaan kerja, dan perubahan perilaku. Apabila perusahaan tidak dapat mengatasi rasa kelelahan dan kebosanan, maka produktivitas turun dan kerusakan akan meningkat, karena kelelahan yang mempunyai hubungan erat dengan banyaknya kecelakaan dalam melaksanakan tugas. Orang yang lelah menyebabkan konsentrasi berkurang sehingga akan menimbulkan kecelakaan. Dengan adanya kecelakaan akan memperbesar pengeluaran biaya.
D.PENGUKURAN KELELAHAN KERJA
Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi kegiatan fisik. Aneka regam gerakan tubuh dan efisiennya dapat dinilai, seperti :
1.Keseimbangan badan ketika berdiri
2.Koordinasi mata dan tangan
3.Uji akomodasi mata untuk efisiensi visual
4.Kemampuan tangan dan jari
Selain itu untuk mengetahui kelelahan dapat diukur dengan:
1.Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi)
2.Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, Uji KLT)
3.Uji “flicker fusion”
Evaluasi pada frekwensi flicker fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang diteliti melihat pada sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang frekwensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekwensi berkedipnya meningkat sampai subyek merasakan bahwa cahaya yang berkedip laksana garis lurus memberikan subyek yang diteliti pada kondisi lelah. Sedangkan subyek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya berkedip. Adapun frekwensi cahaya berkedip dari 0,5-6 Hz.
4.EEG (Electroenchepalography) yaitu suatu alat dengan merekam gelombang otak dengan sinar α, sinar β dan sinar γ.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja adalah dengan menggunakan Reaction Timer L77 yang terdiri atas rangkaian alat pengukur yang ditujukan kepada pekerja agar dapat dideteksi kelahan yang sedang dirasakan. Cara kerja dari Reaction Timer L77 ini adalah sebagai berikut:
1.Rangkai alat yang terdiri atas dua bagian yaitu monitor/lampu untuk melihat hasil beserta tombol pemberi rangsang yang dipakai oleh pemeriksa dan yang lainnya ditujukan kepada responden atau pekerja yaitu penerima rangsang dan tombolnya.
2.Pilih sinyal yang akan diberikan kepada responden berupa cahaya atau suara.
3.Beri penjelasan kepada orang yang akan diperiksa:
a.Pandang ke lampu jika memakai sinyal cahaya. Atau simak jika memakai sinyal suara.
b.Jari tangan siap di atas saklar (tombol) respon
c.Tekan tombol respon secepatnya setelah lampu menyala atau mendengarkan bunyi sinyal.
4.Tekal sinyal (responden menekan tombol respon)
5.Catat waktu reaksi
6.Tekan tombol reset untuk kembali ke nol.
7.Ulangi pemeriksaan sampai dengan 20 kali.

Jika telah dilakukan pemberian sinyal baik berupa cahaya atau suara, hasil yang diperoleh pengukuran keenam sampai ke 15 dijumlahkan lalu dirata-rata. Lima perhitungan pertama dan terkhir tidak dimasukkan dalam rata-rata karena pada tahap awal responden dilakukan pengukuran belum mengalami konsentrasi penuh karena masih perlu adaptasi degnan pengguanaan alat tersebut. Dan akhir pengukuran juga tidak dimasukkan dalam perhitungan karena responden sudah jenuh dengan pengukuran tersebut dan tidak konsentrasi lagi. Setelah diketahui rata-rata dari pengukuran yang sudah dilakukan lalu diinterpretasi hasil:
Normal (belum lelah) : 150 - 240
Lelah ringan : > 240 - < 410
Lelah sedang : > 410 - 580
Lelah berat : > 580
Pada tenaga kerja dengan kelelahan yang berarti, koordinasi dan efisiensi kegiatan-kegiatan fisik ini akan menurun. Pengukuran kerja juga bisa dilakukan dengan mengukur indikator kelelahan kerja, seperti waktu reaksi dan perasaan lelah, yaitu :
1.Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. Waktu reaksi, yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsang atau reaksi-reaksi yang memerlukan koodinasi.
Tabel 1. Kategori tingkat kelelahan kerja berdasarkan waktu reaksi
No
Kategori tingkat kelelahan kerja
Waktu reaksi (milidetik)
1
Normal (N)
150-240
2
Kelelahan kerja ringan
>240-<410
3
Kelelahan kerja sedang
410-580
4
Kelelahan kerja berat
> 580
Sumber : Kurniawan, Pegangan Praktikum Laboratorium K3 (2001).
2.Perasaan lelah, lelah diukur dengan menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja, yang terdiri dari pertanyaan tentang kelelahan kerja subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja. Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah:
a.Perasaan berat di kepala
b.Lelah di seluruh badan
c.Kaki merasa berat
d.Menguap
e.Merasa kacau pikiran
f.Mengantuk
g.Merasakan beban pada mata
h.Kaku dan canggung dalam gerakan
i.Tidak seimbang dalam berdiri
j.Ingin berbaring
k.Merasa susah berpikir
l.Lelah berbicara
m.Merasa gugup
n.Tidak dapat berkonsentrasi
o.Tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu
p.Cenderung untuk lupa
q.Kurang kepercayaan
r.Cemas terhadap sesuatu
s.Tidak dapat mengontrol sikap
t.Tidak tekun dalam pekerjaan
u.Sakit kepala
v.Kekakuan di bahu
w.Merasa nyeri di pinggang
x.Merasa perasaan tertekan
y.Merasa haus
z.Suara serak
aa.Merasa pening
bb.Merasa kurang sehat
Pertanyaan 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 11-20 menunjukkan pelemahan motivasi dan 20-28 gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasi secara jelas. Mengukur tingkat kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan beberapa kombinasi indikator akan menghasilkan yang lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik perlu didukung oleh pengukuran faktor subjektif sebelum pengujian kelelahan dilakukan, untuk menunjukkan suatu bentuk kelelahan tertentu (Ramadhani, 2003).
Kelelahan kerja akan berpengaruh pada penurunan waktu reaksi, hasil penelitian. Setyawati (1994) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perasaan lelah dan waktu reaksi dengan produktivitas kerja, dengan kata lain makin lelah dan makin rendah kecepatan reaksi seseorang makin rendah produktivitasnya.
E.Pengaruh Kelelahan pada Produktivitas Kerja
Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang dialami tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Lebih jelasnya, apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. Dengan peningkatan kinerja organisasi melalui penanganan tata cara yang ergonomis adalah suatu cara untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu perbaikan terhadap sistem kerja, ranvangan piranti kerja dan faktor-faktor fisik dan lingkungan kerja agar segera dilakukan, sehingga tercipta suasana lingkungan kerja yang nyaman, aman, sehat dan kondusif.

F.PENGENDALIAN KELELAHAN KERJA
Penyebab kelelahan kerja harus diimbangi dengan :
1.Kepemimpinan, yang menimbulkan motivasi dan semangat kelompok serta efisiensi yang tinggi atas dasar kemampuan, keahlian dan keterampilan.
2.Manajemen yang meningkatkan keserasian individu dan seluruh masyarakat tenaga kerja.
3.Perhatian terhadap keluarga tenaga kerja untuk mengurangi permasalahan yang mungkin timbul.
4.Pengorganisasian kerja yang menjamin istirahat, rekreasi, variasi kerja, dan volume kerja yang serasi dengan keperluan kerja.
5.Peningkatan kesejahteraan dan kesehatan tenaga kerja termasuk upah dan gizi kerja.
Problematika kelelahan akhirnya membawa kepempimpinan manajemen untuk selalu berupaya mencari jalan keluarnya. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan mencari jalan keluarnya. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia pekerja. Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya persentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaanya. Untuk pekerjaan normal fisik berat (kerja berat atau kasar), persentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekuensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek (3-5 menit) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh, daripada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.
Menurut Suma’mur (1994) kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan reaksi, pengetrapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat dan pengadaan lingkungan kerja yang sehat dan nyaman, penggunaan warna dan dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja. Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja dengan sistem bergilir sebaiknya dilakukan tiap enam bulan sekali.
Kelelahan kerja dapat dikurangi dengan berbagai cara tergantung dari lingkungan fisik tempat kerja. Misalnya pengaturan jam kerja, pemberian, kesempatan istirahat yang cukup, memberi masa libur atau cuti. Selain itu kondisi fisik tempat kerja yang ergonomis seperti tempat duduk, meja, tinggi peralatan kerja disesuaikan dengan bentuk fisik dan posisi kerja para pekerja (Suma’mur, 1995). Selain itu diperlukan penyediaan waktu khusus untuk beristirahan dan bersikap lebih santai (Budiono, 2003).
Untuk pencegahan dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar:
1.Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk (bila perusahaan menghasilkan produk barang)
2.Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.
3.Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi. Menjadwalkan waktu istirahat yang cukkup bagi seorang tenaga kerja.
4.Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat.
5.Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan menurunkan kelelahan kerja:
1.Lingkungan sebaiknya bersih dari zat-zat kimia.
2.Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising.
3.Jam kerja sehari siberi waktu istirahat sejenak dan istirahan saat makan siang.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Sugeng dkk. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Kurniawan. 2001. Pegangan Praktikum Laboratorium K3. Purwokerto

Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya.
Surabaya.

Ramandhani, A.S. 2003. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Hal 86-91. Dalam A.M. Sugeng Budiono, R.M.S. Jusuf, dan Adrian Pusparini (Eds), Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.

Suma’mur. 1987. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Dharma Bhakti Muara Agung, Jakarta.

Suma’mur. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Toko Gunung
Agung. Jakarta