Sabtu, Juli 04, 2009

pengolahanlimbah

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLANN LIMBAH
DI PT. INDESSO AROMA BATURADEN










Oleh :



abdul wakhid
L1A005039
















DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2009

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia baik limbah dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga tidk membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Namun pada kenyataannnya masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang air limbahnya ke lingkungan melalui sungai, danau ataupun ke laut. Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran air.
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Penelolaan Lingkungan Hidup (UU No.23/1997). Ketidaktaatan, kelalaian, atau pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sejumlah kemungkinan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (PP No. 20/1990) pencemaran air didefinisikan sebagai berikut : pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1, Angka 2).
Pengolahan air limbah di PT. Indesso Aroma dilakukan dengan minimalisasi jumlah air limbah yang merupakan konsep pengolahan air limbah yang sedang digalakkan di negara-negara maju yang berkaitan erat dengan berbagai teknologi maju. Pengolahan air limbah ini mengacu pada penggunaan advance technology setelah minimalisasi jumlah air limbah dijalankan secara maksimal, dengan kata lain rendemen hasil produksi tinggi, tetapi limbah yang dihasilkan sangat kecil.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.Mengetahui kadar COD air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
2.Mengetahui suhu air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
3.Mengetahui pH air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
4.Mengetahui kekeruhan air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma
5.Membandingkan karakteristik air limbah pada bak pre aerasi dengan bak aerasi di PT. Indesso Aroma













II. TINJAUAN PUSTAKA

Air yang digunakan untuk keperluan industri, irigasi, keperluan rumah tangga dan keperluan lainnya sering dikembalikan lagi ke asalnya. Limbah cair merupakan limbah yang bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Bahan baku mengandung air digunakan dalam proses pengolahannya sehingga air harus dibuang. Limbah dari industri pada umumnya bersifat sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di lingkungan yang sangat jadi perhatian ialah yang bersumber dari kegiatan manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah (Gintings, 1992).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air dan derajat pengolahan air limbah yang ada (Sugiharto, 1987).
Limbah perlu pengolahan bila ternyata mengandung senyawa pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau paling tidak potensial menciptakan pencemaran (Gintings, 1992). Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Pengolahan tambahan diperlukan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah. Pengolahan secara bertahap diperlukan agar bahan tersebut dapat dikurangi (Sugiharto, 1987).
Menurut tingkatan prosesnya pengolahan limbah dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Pengolahan Pendahuluan (Pretreatment)
Air limbah banyak mengandung padatan terapung atau melayang. Padatan berupa lumpur, potongan kain pasir, dan lainnya. Bahan tersebut mudah diidentifikasi sebab mudah terlihat mata. Bahan lainnya yaitu lapisan minyak dan lemak diatas permukaan air (Gintings, 1992). Sebelum mengalami proses pengolahan perlu dilakukan pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses selanjutnya (Sugiharto, 1987). Saringan dalam pretreatment biasanya kasar tapi tidak mudah berkarat. Ukurannya 30x30 cm untuk debit air 100 m3. Ukuran ini sudah cukup baik untuk menyaring bahan kasar. Apabila hasil yang diinginkan lebih baik dapat dipasang seri 2 atau 3 buah. Minyak pada lapisan atas akan terjaring pada kawat kasa bersama bahan kasar lainnya. Pengolahan tingkat pretreatment mempengaruhi hasil pada pengolahan tingkat primer (Gintings, 1992).
2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengepungan. Pengendapan adalah kegiatan utama tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi adanya kondisi yang sangat tenang (Sugiharto, 1987). Proses penanganan primer pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap untuk memisahkan air dari bahan padatan yaitu dengan cara membiarkan padatan tersebut mengendap atau memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung (Fardiaz, 1992). Proses penanganan primer terdiri dari beberapa tahap:
a. Penyaringan. Bahan-bahan buangan yang mengapung dan berukuran besar dihilangkan dari bahan buangan dengan cara mengalirkan air tersebut melalui saringan. Alat yang digunakan disebut Kominutor (Alat yang dapat menyaring sambil menghancurkan limbah padatan.
b. Pengendapan dan pemisahan benda-benda kecil. Pada hasil hancuran pada padatan dari tahap pertama dibiarkan mengendap pada dasar suatu tabung. Endapan yang dihasilkan dari proses ini kemudian dipisahkan.
c. Pemisahan pengendapan. Setelah dipisahkan dari benda-benda kecil, air buangan masih mengandung padatan tersuspensi. Padatan dapat mengendap jika aliran air buangan diperlambat dan proses ini dilakukan dalam tangki sedimentasi (Fardiaz, 1992).
3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalam (Sugiharto, 1987). Pengolahan sekunder ialah pengolahan biologis seperti pengolahan dengan lumpur aktif, kolam oksidasi, trickling filter, lagoon storage dan aerasi, land spreading dan lainnya (Slamet, 2002). Proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya.
4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses penanganan primer dan sekunder terhadap air buangan dapat menurunkan nilai BOD air dan menghilangkan bakteri yang berbahaya. Proses tersebut tidak dapat menghilangkan komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut (Fardiaz, 1992). Proses tingkat lanjut ditujukan terutama untuk menghilangkan senyawa anorganik seperti kalsium, kalium, sulfat nitrat, fosfor, dan lain-lain maupun senyawa kimia organik. Proses-proses kimia, fisika dan biologis yang terjadi ada pengolahan tahap ini antara lain filtrasi, destilasi, pengepungan, pembekuan, stripping dan lain-lain. Proses kimia meliputi absorpsi karbon aktif, pengendapan kimia, pertukaran ion, elektrokimia, oksidasi dan reduksi. Proses biologis meliputi proses melalui bakteri, algae nitrifikasi (Gintings, 1992).
Limbah yang dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar baku mutu. Baku mutu limbah cair tersebut antara lain :
1.Suhu
Air yang telah digunakan dalam kegiatan industri dan teknologi (air limbah industri) tidak boleh dibuang secara langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air yang tercemar harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan atau dibuang kembali tanpa menyebabkan pecemaran lingkungan. Adanya tanda atau perubahan seperti suhu berarti menunjukan bahwa air tercemar (Wardhana, 2001).
Suhu air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, suhu normal agak sedikit lebih tinggi daripada suhu umum persediaan air di lingkungan. Ukuran-ukuran suhu adalah berguna dalam memperlihatkan kecenderungan aktifitas kimiawi dan biologis, pengentalan, tekanan uap, ketegangan permukaan dan nilai-nilai penjenuhan dari benda-benda padat dan gas. Aktivitas biologi ditingkatkan oleh meningginya suhu kira-kira 600C. Pertumbuhan dan kematian jasad-jasad renik dan BOD diatur sampai suatu tingkat oleh suhu yang juga memainkan peranan penting dalam reaksi biologis. Tingkat oksidasi zat organik jauh lebih besar selama musim panas dibandingkan musim dingin (Soemarwoto, 1984).
2.Warna
Warna pada air limbah menunjukkan kekuatan pencemarannya, air limbah yang berwarna abu-abu sudah basi atau busuk akan berwarna gelap, sampah perdagangan apabila dibuang ke selokan warnanya akan terlihat khas pada air limbah. Banyak sampah industri berwarna mencolok walaupun orang awam seringkali menilai keadaan air limbah atau air selokan berdasarkan warnanya. Hal ini dengan sendirinya tidak dapat menunjukan secara tegas bahaya yang dikandungnya. Pada berbagai tujuan cukuplah dengan menyatakan warna air limbah dan bau dari air limbah, sampah perdagangan atau air menunjukan sifat-sifat kualitas perairan (Soemarwoto, 1984).
3.Bau
Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum yang terpolusi rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin sukar dideteksi, bau yang menyengat akan timbul pada pantai, sungai, laut dan danau yang terpolusi. Kehidupan hewan air akan berkurang pada air sungai yang terpolusi berat atau minyak yang terlihat terapung pada permukaan air laut. Hal ini menunjukanadanya polusi, melalui tanda-tanda polusi air yang berbeda disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. (Fardiaz, 1992)
Cara mengetahui apakah air terpolusi atau tidak diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apabila terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Misalnya suhu, bau, warna, nilai pH dan lain-lain. Bau air tergantung dari sumber air. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, tumbuhan serta hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau sulfat dapat disebabkan oleh reduksi sulfat dengan adanya organik dan bahan mikroorganisme anaerobik (Fardiaz, 1992).
4.pH
pH merupakan ukuran suatuasam, pH suatu larutan dapat diberi perlakuan dengan berbagai cara, antara lain dengan jalan menetrasi larutan dengan asam, basa dengan kertas indicator atau lebih teliti lagi dengan pH meter. Larutan asam kadar ion H tinggi dan kadar ion OH rendah. Demikian sebaliknya dalam larutan basa kadar ion H-nya rendah dan kadar ion OH tinggi. Bilamana larutan itu normal, maka kadar ion H sama dengan ion OH (Martoharsono, 1994).
Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion H di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2001).
Air masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Makin lama pH air akan menurun menuju suasana asam. Hal ini disebabkan pertambahan bahan-bahan organic yang kemudian membebaskan CO jika mengurai. Pada umumnya jika pH itu kurang dari 7 dan lebih dari 8,5 kita harus hati-hati karena mungkin ada pencemaran seperti pabrik bahan kimia, rabuk, kertas, mentega, keju dan sebagainya. Kebasaan air ialah suatu kapasitas air untuk menetralkan asam. Hal ini disebabkan ada basa atau garam basa yang terdapat dalam air, misalnya NaOH, Ca(OH) dan sebagainya. Garam basa yang sering dijumpai ialah karbonat logam-logam Na, Ca, Mg dan sebagainya. Kebasaan yang tinggi belum tentu pH-nya tinggi (Soemarwoto, 1984).
Skala pH adalah suatu skala logaritma bukan skala hitung. Logaritma konsentrasi ion hydrogen yang saling berlawanan dikenal sebagai nilai pH. Pengukuran pH adalah penting dan praktis karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada tingkat pH yang khusus atau dalam lingkungan pH yang sangat sempit. Dalam pengendalian pencemaran anaerobic dari zat-zat organic, penentuan pH sangat berguna apabila pH mendekati 5, tingkat keasaman pencernaan jadi tidak normal atau dengan demikian kurang memuaskan (Soemarwoto, 1984).
Peningkatan keasaman air buangan pada industri-industri umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tiggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH nya rendah. Perubahan keasaman pada air buangan baik kea rah alkali (pH naik) maupun kea rah asam (pH menurun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya. Selain itu air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).
5.Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan salah satu cara yang sederhana untuk mengukur potensi bahan yang dapat teroksidasi secara biologis untuk penurunan oksigen di air. Nilai BOD ini diperoleh dalam kondisi laboratorium dengan menginkubasikan contoh air selama 5 hari pada temperatur 20 C dan kemudian menghitung jumlah oksigen yang digunakan. Nilai BOD ini dapat digunakan untuk mengestimasikan efek pencemaran organic terhadap badan penerima. sebab limbah dengan BOD tinggi akan membahayakan badan penetimanya. Pencemar organic dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan hewan yang kemungkinan besar kaya akan organisme penyebab penyakit (organisme patogen). (zulkifli, 1997)
BOD menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi baha-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992).
Uji coba kebutuhan oksigen biokimia (BOD) merupakan salah satu uji coba yang paling penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, selokan-selokan dan air yang telah tercemar. Uji coba biokimialah ayang mengukur jumlah zat organic yang kemungkinan akan dioksidasi oleh kegiatan-kegiatan bakteri aerobic (bakteri yang hidup dengan oksigen) biasanya dalam masa lima hari pada suhu 20 C. BOD dapat ditentukan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri dalam menyeimbangkan zat-zat organik yang dapat dibusukkan di bawah keadaan aerobic. Hasil hasil uji coba BOD mengenai zat-zat organic maupun dengan jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya karena hubungan kuantitatif yang pasti terdapat diantara jumlah oksigen yang perlu untuk mengubah sejumlah tertentu campuran organic yang menjadi karbondioksida dan air (Soemarwoto, 1984).
Standar BOD untuk penentuan kualitas air yang layak kita lihat. Jika air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai 2 ppm dianggap bersih sedangkan BOD 3 ppm masih dianggap cukup bersih dan BOD 4 ppm dianggap kebersihannya diragukan, tetapi jika BODnya mencapai 5 ppm atau lebih marupakan air tidak bersih. Bahan buangan industri pengolahan pangan mempunyai nilai BOD yang variasinya yaitu mulai 100-100.000 ppm (Fardiaz, 1992).
6.Chemical Oxygen Demand (COD)
COD merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organic tang terlarut di dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Soemarwoto, 1984).
Uji COD digunakan sebagai suatu ukuran pencemaran dari air limbah domestic dan sampah industri. Manfaat COD ialah lebih bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun, waktunya yang singkat, tidak mengadakan perbedaan antara zat organik yang stabil dan yang tidak stabil (Mahida, 1984).
7.Total Suspensi Solid (TSS)
Padatan terendap (sedimen) adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai kuran yang relative besar dan berat sehingga mengendap dengan sendirinya (Fardiaz, 1992).
Seseorang yang meneliti mengenai padatan tersuspensi dan terlarut total dalam air didasarkan atas 2 alasan. Pertama untuk menentukan produktivitas yakni kemampuan mendukung kahidupan. Kedua untuk menetapkan norma untuk air yang dimaksud. Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, Lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya diberikan dalam milligram per liter atau bagian per juta (bpj). Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air juga dinyatakan dalam miligram per liter (mg/l) atau dalam bagian per juta (bpj) (Sastrawijaja, 1991).
Minyak Atsiri
Minyak yang ada di alam dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1.Minyak mineral (mineral oil)
2.Minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan
3.Minyak atsiri (essential oil)
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama eteris atau minyak terbang (volatile oil) atau minyak aromatik yang dihasilkan oleh tanaman. Berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain (lihat alelopati) dalam mempertahankan ruang hidup. Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan (seperti kesturi dari beberapa musang atau cairan yang berbau menyengat dari beberapa kepik), zat-zat itu tidak digolongkan sebagai minyak atsiri.
Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Dalam bidang industri, minyak atsiri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, flavoung agent dalam makanan atau minuman serta sebagai pencampur rokok kretek. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan astiseptik internal dan eksternal, untuk bahan analgesic, haemolitic atau sebagai antizymatic serta sebagai sedavita dan stimulans untuk obat sakit perut.
Minyak atsiri yang baru diekstraksi biasanya tidak berwarna atau ber-warna kekuning-kuningan. Jika minyak atsiri lama di udara terbuka dan terkena cahaya serta pada suhu kamar, maka minyak atsiri tersebut dapat mengabsorbsi oksigen di udara sehingga menghasilkan warna minyak yang lebih gelap, bau minyak berubah dari bau wangi alamiahnya dan minyak lebih kental dan akhirnya membentuk sejenis resin.
Minyak atsiri dapat menguap pada suhu kamar dan penguapannya semakin besar seiring dengan kenaikan suhu. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama dihidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda.
Umumnya minyak atsiri larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Daya larut tersebut akan lebih kecil jika minyak atsiri mengandung fraksi terpene dalam jumlah besar. Sifat minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di dalamnya, terutama persenyawaan tak jenuh (terpene), ester, asam dan aldehida serta beberapa jenis persenyawaan lainnya. Beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah oksidasi, hidrolisa polimerisasi (resinifikasi) dan penyabunan. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
Jenis-Jenis Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat dibuat dari setiap bagian tanaman (daun, bunga, buah, biji, batang/ kulit dan akar). Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae.
Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum
Minyak atsiri secara umum terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), kadang-kadang juga terdiri atas nitrogen (N) dan belerang (S). Minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen yang tidak dapat menguap. Berdasarkan komposisi kimia dan unsur-unsurnya minyak atsiri dibagi dua, yaitu: hydrocarbon dan oxygeneted hydrocarbon. Hydrocarbon/hidrokarbon memiliki unsur-unsur hidrogen (H) dan karbon (C). Hidrokarbon terdiri atas senyawa terpene. Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri atas : monoterpen (2 unit isoprene), sesouiterpen (3 unit isoprene), diterpen (4 unit isoprene), politerpen, parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Komponen hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas dari setiap jenis minyak.
Sebagai contoh minyak jeruk mengandung 90% limonen. Oxygeneted Hydrocarbon mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Yang termasuk oxygeneted hydrocarbon adalah persenyawaan alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan eter. Ikatan karbon dalam oxygeneted hydro-carbon ada yang jenuh dan ada yang tidak jenuh.
Proses Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Atsiri ini meliputi :
(a) Ekstraksi dengan teknik distilasi uap
(b) Pemisahan dengan teknik destilasi molekuler
(c) Pemurnian dengan teknik ekstraksi fluida superkritik
(d) Fraksinasi komponen atsiri dengan teknik destilasi
(e) Fraksinasi Vakum
Selain itu telah dikuasai proses Pemisahan Komponen Murni dari Minyak Sereh (Citronellol ) yang meliputi :
(a) Pemisahan komponen murni minyak atsiri (Essential Oil)
(b) Pemisahan citronellol dalam minyak sereh dengan sistem distilasi fraksinasi
(c) Pemisahan komponen minyak atsiri dapat dilakukan tanpa pelarut
(d) Tidak menghasilkan limbah. (Pusat Penelitian Kimia – LIPI)
Penyulingan Sistem Kohobasi
Salah satu cara untuk meng-isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman penghasil minyak atsiri adalah dengan penyulingan, yaitu pemisahan komponen yang berupa cairan dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses tersebut dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air.
Berdasarkan kontak antara uap air dan bahan yang akan disuling, metode penyulingan minyak atsiri dibedakan atas tiga cara, yaitu:
(1) penyulingan dengan air
(2) penyulingan dengan uap dan air
(3) penyulingan dengan uap.
Penyulingan dengan air serta penyulingan dengan uap dan air lebih sesuai bagi industri kecil karena lebih murah dan konstruksi alatnya sederhana. Namun penyulingan dengan uap dan air memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan uap air yang cukup besar. Hal ini karena sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman sehingga bahan bertambah basah dan mengalami aglutinasi. Untuk mengatasi kelemahan ini, telah dikembangkan model pe-nyulingan uap dan air yang dikombinasikan dengan sistem kohobasi. Pada sistem ini pemanasan air dalam ketel penyulingan dilakukan secara langsung terhadap dasar ketel. Dengan sistem ini, bahan bakar dapat dihemat sampai 25%, karena air yang digunakan hanya 40% dari yang normal.
Untuk penyulingan minyak atsiri dengan kapasitas 1.000 liter, sistem pemanasan air dalam ketel harus ditambah dengan pemanasan air semiboiler. Pemanasan air semi- boiler dapat dilakukan dengan cara memasang pipa-pipa kecil yang mengalirkan panas dari asap sisa bakar (flue gas) pada air dalam ketel.

Pengembangan Model Agroindustri Minyak Nilam
Dalam rangka pengembangan model pengolahan minyak atsiri, Puslitbang Perkebunan telah merancang unit penyuling minyak atsiri sistem kohobasi dan semi-boiler (SBCS-1000). Alat suling minyak atsiri sistem kohobasi semiboiler ini dikembangkan di Desa Cikondang, Majalengka berkapasitas 100 kg daun nilam kering per penyulingan. Rendemen minyak nilam yang diperoleh rata-rata 2%. Bila diasumsikan umur ekonomi alat 10 tahun, maka harga pokok alat adalah Rp 83.000/kg. Untuk 2 tahun masa suling dengan tingkat harga minyak Rp 140.000/kg, agroindustri minyak atsiri memperoleh NPV pendapatan bersih Rp21.107.728 dan B/C 1,67.
Selain untuk menyuling minyak nilam, alat ini dapat juga digunakan untuk menyuling daun serai wangi. Dari 118 kg bahan baku diperoleh minyak serai wangi rata-rata 1.630 ml atau rendemen minyak sekitar 1,35% v/b dengan laju penyulingan 724 ml/menit.

Kelayakan Operasi Alat Penyuling Minyak Atsiri Model SBCS-1000
Alat penyuling minyak atsiri model SBCS-1000 telah diuji coba sebagai model percontohan agribisnis minyak atsiri di Desa Cikondang, Majalengka. Alat ini dioperasikan sepenuhnya oleh Kelompok Usaha Tani Nilam Mekar I dan II di bawah bimbingan peneliti Balittro, Bogor. Penyulingan 100 kg daun nilam kering selama 6-8 jam operasi memberikan keuntungan bersih Rp 60.000. Kapasitas kerja alat mampu menampung 500 kg daun nilam kering per hari. Dengan kemampuan demikian, penggunaan alat penyuling minyak atsiri model SBCS-1000 ini memberi peluang keuntungan Rp 300.000 per hari.
























III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

A.Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah buret dan statif, erlenmeyer 250 ml, pipet, refluks, penangas, labu takar, alumunium foil, beker gelas, dan gelas ukur 100 ml.
B.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan KMnO4 0,01 N, larutan asam oksalat 0,01 N, akuades dan sampel air limbah.

C.Cara Kerja
1.Pengukuran COD
a.Sampel air limbah dari bak pre aerasi diambil dengan botol sampel kemudian dilakukan pengenceran 1%.
b.Sampel air limbah yang telah diencerkan diambil sebanyak 100 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
c.Ditambahkan 10 ml larutan KMnO4 dan larutan H2SO4 sebanyak 5 ml sehingga sampel air limbah berubah warna menjadi merah muda.
d.Erlenmeyer ditutup dengan kertas aluminium foil kemudian dididihkan selama 10 menit sejak muncul gelembung pertama.
e.Setelah itu sampel air limbah ditambah dengan 10 ml larutan asam oksalat lalu didinginkan dan larutan berubah menjadi bening.
f.Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 sampai terbentuk larutan yang berwarna merah muda.
g.Untuk blanko dilakukan hal yang sama.
h.Rumus perhitungan COD adalah sebagai berikut :
Kadar COD =
2.Pengukuran suhu
a.Termometer celcius dengan bantuan nilon dicelupkan ke dalam bak pre aerasi selama 10 menit.
b. Kemudian dilakukan pencatatan setelah skala menunjukkan angka yang konstan.
3.Pengukuran pH
a.Kertas indikator pH diambil selembar dan dicelupksn ke dalam sampel air limbah selama 5 menit.
b.Kemudian perubahan warna yang terjadi pada kertas pH tersebut, cocokkan dengan warna standar dan catat hasilnya.





















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil
Hasil pengukuran karakteristik air limbah di PT Indesso Aroma adalah :
No.
Kelompok
Suhu (0C)
pH
COD (mg/l)
1.
I
36
7
1613
2.
II
31
7
1766
3.
III
32
7
1859
4.
IV
29
7
2229,7
5.
V
28
7
248,192
6.
VI
29
7
155
7.
VII
29
7

8.
VIII
28
7



Perhitungan COD pada kelompok V adalah:
Blanko = 1,1 ml
FK = 10,2 ml
COD =
F =
COD Blanko =
CODSampel=
COD =






B.Pembahasan
Air merupakan kebutuhan pokok bagi menusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, mandi, mencuci, pertanian, perikanan dan menunjang dalam kegiatan industri. Dalam kegiatan industri, air limbah yang dihasilkan tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Pada perusahaan PT Indesso Aroma, air limbah dihasilkan dari air cuci alat, air sisa proses dan colling water (pendinginan) dimana air limbah yang dihasilkan sudah dilakukan proses daur ulang Water Treatment Recycle Proses. Debit air limbah yang masuk ke IPAL rata-rata 25 m3/hari.
Buffer Basin merupakan bak pre aerasi, dimana bak ini merupakan tempat tumbuh mikroba yang menampung berbagai jenis mikroba yang akan merombak air limbah melalui proses aerobik. Proses seeding dilakukan dengan menggunakan SGB (Super Growth Bacteria), pupuk kandang (rumen sapi) dan sedikit lumpur dengan penambahan air gula (molase) dengan rentang waktu selama 1 bulan. Pada kolam ini bakteri yang berperan adalah bakteri aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk proses perombakan limbahnya. Proses aerobik pada buffer basin dilengkapi dengan 2 pompa surface (aerator) yang berfungsi untuk pengadukan dan suplai oksigen. Buffer basin merupakan tahap awal proses biologi (lumpur aktif mulai tumbuh). Setelah di buffer basin, air limbah akan mengalir menuju ke tiga bak aerasi yang masing-masing bak terdapat 9 air-bubble diffuser yang berfungsi sebagai alat suplai kebutuhan oksigen.
Suhu pada bak buffer basin adalah 28 0C dan pada bak aerasi suhunya 29 0C yang berarti terjadi kenaikan suhu. Hal ini disebabkan karena pada salah satu alat Air-bubble diffusernya tidak berfungsi dengan baik (rusak) sehingga suplai kebutuhan oksigen menurun, yang mana oksigen ini dibutuhkan oleh kehidupan mikroba. Selain itu juga disebabkan karena pengukuran suhu dilakukan pada siang hari. Suhu panas pada siang hari berpengaruh terhadap pengukuran suhu. Sebaiknya suhu yang diperlukan untuk kehidupan mikroba berkisar antara 20 – 28 0C dan pH yang diharapkan adalah antara 6,5 – 8,5. Nilai pH untuk bak buffer basin dan bak aerasi adalah 7. Suhu dan pH dalam bak buffer basin sudah memenuhi standar untuk kehidupan mikroba dengan baik. Pada bak ini karakteristik air limbah yang ada harus diperhatikan, karena sangat berperan bagi kehidupan mikroba.
Parameter air limbah yang dilakukan pengukuran oleh kelompok 5 adalah warna dan bau. Warna yang ada pada bak ini adalah kuning kecoklatan dan tidak berbau. Selain itu, dilakukan pengukuran COD yang hasilnya pada buffer basin adalah 248,192 dan pada bak aerasi adalah 155. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar COD mengalami penurunan, hal ini dikarenakan air limbah sudah mengalami proses perombakan oleh mikroba dalam air limbah dengan bantuan oksigen. Proses yang terjadi pada saat perombakan adalah :
Oleh bakteri aerobic
CONHS (bahan organik) + O2 + nutrient NH3 + CO2 + C5H7O2N + hasil lain

Proses ini bisa menurunkan kadar COD, BOD, NH3, H2S dan menghasilkan mikroba baru. Selain itu, terjadi proses nitrifikasi yaitu proses biologis dimana ammonia berubah menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat dengan bantuan oksigen. Proses nitrifikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Bakteri Nitrit
A. NH3 + 3/2 O2 HNO2 + H2O
Bakteri Nitrat
B. HNO3 + ½ O2 HNO3
(A+B) NH3 + 2O2 HNO3 + H2O

Sludge yang mengendap pada bak sedimentasi dialirkan lagi ke buffer basin setiap 3 jam sekali. Hal ini dikarenakan lumpur tersebut digunakan oleh mikroba sebagai nutrisi dan sebagai tempat menempelnya mikroba yang hidup. Apabila lumpur yang dikembalikan tidak mencukupi, maka MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) atau padatan terlarut dari berbagai kombinasi akan menjadi turun dan stabilisasi akan kurang baik. Bila lumpur yang dikembalikan banyak akan menghasilkan MLSS yang tinggi sehingga akan sulit untuk mengendap pada bak sedimentasi. MLSS biasanya dijaga pada 2000 – 4000 mg/L pada bak pre aerasi. Apabila oksigen yang diberikan pada buffer basin berlebihan maka bisa menyebabkan kenaikan lumpur (rising sludge) pada bak sedimentasi (Anonimous, 2003).

























V. PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Kadar COD air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 248,192 mg/l.
2.Suhu air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 28 oC
3.pH air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma adalah 7.
4.Air limbah pada bak pre aerasi di PT. Indesso Aroma berwarna kuning kecoklatan dan tidak berbau.
5.Kadar COD pada bak aerasi mengalami penurunan dibandingkan bak pre aerasi, hal ini dikarenakan air limbah sudah mengalami proses perombakan oleh mikroba dalam air limbah dengan bantuan oksigen.

B.Saran
Diharapkan PT. Indesso Aroma dapat mempertahankan sistem pengolahan limbah cair sehingga limbah cair yang dihasilkan tetap sesuai standar dan tidak mencemari lingkungan.














DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2003. Prinsip Dasar HWWTP (Hospital Waste Water Treatment Plant). Instalasi Pengelolaan Air Limbah. Pemalang.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Gintings, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Sinar Harapan. Jakarta.

Martoharsono, S. 1994. Biokimia Jilid I. UGM Press. Yogyakarta.

Slamet, J. S. 2000. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Soemarwoto, O. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali. Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Limbah. UI Press. Jakarta.

Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta

1 komentar:

  1. bagi rekan-rekan praktisi, akademisi yang berkecimpung dalam pengolahan air & air limbah ,
    Bergabung dengan mailist Instalasi pengolahan air & air limbah http://groups.yahoo.com/group/ipal_ipa

    BalasHapus