Jumat, Juni 19, 2009

LABK3

TUGAS TERSTRUKTUR
LABORATORIUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


KELELAHAN KERJA DAN PENGUKURANNYA












Oleh

abdul wakhid L1A005039








DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2008

KELELAHAN KERJA DAN PENGUKURANNYA

Produktivitas kerja merupakan suatu bagian penting dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan semakin meningkatnya produktivitas kerja diharapkan berbagai proses yang terjadi dalam suatu pekerjaan akan berjalan sesuai yang diharapkan. Namun sebaliknya berbagai hal yang dapat terjadi apabila pekerja sebagai sumber daya yang memegang peranan penting dalam suatu pekerjaan harus mengalami penurunan produktivitas kerja karena satu atau lain hal seperti kelelahan kerja. Terdapat beberapa jenis kelelahan umun yaitu:
a.Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.
b.Kelelahan seluruh tubuh, terlalu besarnya beban fisik bagi seluruh organ.
c.Kelelahan mental, dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.
d.Kelelahan syaraf, terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.
e.Terlalu monotonnya kerja dan suasana sekitarnya.
f.Kelelahan kronis, akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.
g.Kelelahan siklus hidup, bagian dari irama hidup siang dan malam seta pertukaran periode tidur.

A.BATASAN KELELAHAN KERJA
Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan secara umum terjadi pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitas.
Kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.Kelelahan otot/fisik (Muscular Fatigue)
Merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Berkurangnya kinerja otot dapat terjadi secara fisiologis berupa berkurangnya tekanan fisik dan makin rendahnya gerakan yang mengakibatkan tenaga kerja kemampuan berkerja menjadi lemah dan meningkatnya kesalahan dalam bekerja sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja (Budiono, 2003).
2.Kelelahan umum (General Fatigue)
Merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh aktivitas fisik atau psikis.
3.Kelelahan kronis atau klinis
Kelelahan yang terus menerus setiap hari berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah dapat terjadi bukan saja setelah melakukan pekerjaan, tetapi juga pada saat melakukan pekerjaan dan bahkan sebelum bekerja. Gejala-gejaala psikis kelelahan kerja yaitu:
a.perasaan lesu
b.perbuatan antisosial dan tidak cocok dengan sekitarnya
c.depresi
d.kurang tenaga
e.kehilangan inisiatif
Tanda-tanda psikis tersebut sering disertai kelainan-kelainan psikomatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur. Kelelahan klinis atau kronis dapat disebabkan oleh berbagai tekanan-tekanan yang terakumulasi dalam jiwa dalam waktu yang panjang yang akan mempengaruhi psikologis pekerja tau konflik mental seperti:
a.Sakit kepala
b.Perasaan pusing
c.Sulit tidur
d.Setak jantung yang tidak normal
e.Keluar keringat berlebihan (keringan dingin).
f.Kehilangan nafsu makan
g.Masalah pencernaan (nyeri lambung, diare, sembelit dan sebagainya)
4.Kelelahan Psikologis
Kelelahan kerja dapat terjadi mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan psikologis, sikap negatif terhadap pekerjaan, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja.
5.Kelelahan Akut
Merupakan kelelahan yang terjadi akibat pekerjaan yang dilakukan terlalu berat atau pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai porsinya. Biasanya pekerja melakukan pekerjaan kurang istirahat atau juga bekerja tambahan/ lembur.

B.PENYEBAB DAN TANDA-TANDA KELELAHAN KERJA
Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak menggairahkan.
Secara umum, gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif bisa terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40% tenaga aerobik malis. Tanda-tanda utama terjadinya kelelahan adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak di luar kesadaran serta proses pemulihan. Orang yang mengalami kelelahan menunjukkan tanda-tanda :
1.penurunan perhatian
2.perlambatan dan hambatan persepsi
3.lambat dan sukar berpikir
4.kurangnya kemauan dan dorongan untuk bekerja
5.kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subjektif dan objektif antara lain :
1.perasaan lesu, ngantuk dan pusing
2.tidak atau kurang mampu berkonsentrasi
3.berkurangnya tingkat kewaspadaan
4.persepsi yang buruk dan lambat
5.tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja
6.menurunnya kinerja jasmani dan rohani
Kelelahan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas industri. Menurut Suma’mur (1987), sebab timbulnya kelelahan ada 5 kelompok, yaitu :
1.monotoni
2.beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental
3.keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan
4.keadaan kejiawaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik
5.penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi
2.Berkurangnya minat/ semangat para pekerja.
3.Tidak suka bergaul.
4.Merasa tidak atau kurang berharga.
5.Extra systole.

C.AKIBAT KELELAHAN KERJA
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injures) yaitu nyeri otot tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
Kelelahan kerja dapat menimbulkan peningkatan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar dari pekerjaan, kecelakaan kerja, dan perubahan perilaku. Apabila perusahaan tidak dapat mengatasi rasa kelelahan dan kebosanan, maka produktivitas turun dan kerusakan akan meningkat, karena kelelahan yang mempunyai hubungan erat dengan banyaknya kecelakaan dalam melaksanakan tugas. Orang yang lelah menyebabkan konsentrasi berkurang sehingga akan menimbulkan kecelakaan. Dengan adanya kecelakaan akan memperbesar pengeluaran biaya.
D.PENGUKURAN KELELAHAN KERJA
Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi kegiatan fisik. Aneka regam gerakan tubuh dan efisiennya dapat dinilai, seperti :
1.Keseimbangan badan ketika berdiri
2.Koordinasi mata dan tangan
3.Uji akomodasi mata untuk efisiensi visual
4.Kemampuan tangan dan jari
Selain itu untuk mengetahui kelelahan dapat diukur dengan:
1.Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi)
2.Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, Uji KLT)
3.Uji “flicker fusion”
Evaluasi pada frekwensi flicker fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang diteliti melihat pada sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang frekwensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekwensi berkedipnya meningkat sampai subyek merasakan bahwa cahaya yang berkedip laksana garis lurus memberikan subyek yang diteliti pada kondisi lelah. Sedangkan subyek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya berkedip. Adapun frekwensi cahaya berkedip dari 0,5-6 Hz.
4.EEG (Electroenchepalography) yaitu suatu alat dengan merekam gelombang otak dengan sinar α, sinar β dan sinar γ.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja adalah dengan menggunakan Reaction Timer L77 yang terdiri atas rangkaian alat pengukur yang ditujukan kepada pekerja agar dapat dideteksi kelahan yang sedang dirasakan. Cara kerja dari Reaction Timer L77 ini adalah sebagai berikut:
1.Rangkai alat yang terdiri atas dua bagian yaitu monitor/lampu untuk melihat hasil beserta tombol pemberi rangsang yang dipakai oleh pemeriksa dan yang lainnya ditujukan kepada responden atau pekerja yaitu penerima rangsang dan tombolnya.
2.Pilih sinyal yang akan diberikan kepada responden berupa cahaya atau suara.
3.Beri penjelasan kepada orang yang akan diperiksa:
a.Pandang ke lampu jika memakai sinyal cahaya. Atau simak jika memakai sinyal suara.
b.Jari tangan siap di atas saklar (tombol) respon
c.Tekan tombol respon secepatnya setelah lampu menyala atau mendengarkan bunyi sinyal.
4.Tekal sinyal (responden menekan tombol respon)
5.Catat waktu reaksi
6.Tekan tombol reset untuk kembali ke nol.
7.Ulangi pemeriksaan sampai dengan 20 kali.

Jika telah dilakukan pemberian sinyal baik berupa cahaya atau suara, hasil yang diperoleh pengukuran keenam sampai ke 15 dijumlahkan lalu dirata-rata. Lima perhitungan pertama dan terkhir tidak dimasukkan dalam rata-rata karena pada tahap awal responden dilakukan pengukuran belum mengalami konsentrasi penuh karena masih perlu adaptasi degnan pengguanaan alat tersebut. Dan akhir pengukuran juga tidak dimasukkan dalam perhitungan karena responden sudah jenuh dengan pengukuran tersebut dan tidak konsentrasi lagi. Setelah diketahui rata-rata dari pengukuran yang sudah dilakukan lalu diinterpretasi hasil:
Normal (belum lelah) : 150 - 240
Lelah ringan : > 240 - < 410
Lelah sedang : > 410 - 580
Lelah berat : > 580
Pada tenaga kerja dengan kelelahan yang berarti, koordinasi dan efisiensi kegiatan-kegiatan fisik ini akan menurun. Pengukuran kerja juga bisa dilakukan dengan mengukur indikator kelelahan kerja, seperti waktu reaksi dan perasaan lelah, yaitu :
1.Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. Waktu reaksi, yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas rangsang atau reaksi-reaksi yang memerlukan koodinasi.
Tabel 1. Kategori tingkat kelelahan kerja berdasarkan waktu reaksi
No
Kategori tingkat kelelahan kerja
Waktu reaksi (milidetik)
1
Normal (N)
150-240
2
Kelelahan kerja ringan
>240-<410
3
Kelelahan kerja sedang
410-580
4
Kelelahan kerja berat
> 580
Sumber : Kurniawan, Pegangan Praktikum Laboratorium K3 (2001).
2.Perasaan lelah, lelah diukur dengan menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja, yang terdiri dari pertanyaan tentang kelelahan kerja subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja. Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah:
a.Perasaan berat di kepala
b.Lelah di seluruh badan
c.Kaki merasa berat
d.Menguap
e.Merasa kacau pikiran
f.Mengantuk
g.Merasakan beban pada mata
h.Kaku dan canggung dalam gerakan
i.Tidak seimbang dalam berdiri
j.Ingin berbaring
k.Merasa susah berpikir
l.Lelah berbicara
m.Merasa gugup
n.Tidak dapat berkonsentrasi
o.Tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu
p.Cenderung untuk lupa
q.Kurang kepercayaan
r.Cemas terhadap sesuatu
s.Tidak dapat mengontrol sikap
t.Tidak tekun dalam pekerjaan
u.Sakit kepala
v.Kekakuan di bahu
w.Merasa nyeri di pinggang
x.Merasa perasaan tertekan
y.Merasa haus
z.Suara serak
aa.Merasa pening
bb.Merasa kurang sehat
Pertanyaan 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 11-20 menunjukkan pelemahan motivasi dan 20-28 gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasi secara jelas. Mengukur tingkat kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan beberapa kombinasi indikator akan menghasilkan yang lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik perlu didukung oleh pengukuran faktor subjektif sebelum pengujian kelelahan dilakukan, untuk menunjukkan suatu bentuk kelelahan tertentu (Ramadhani, 2003).
Kelelahan kerja akan berpengaruh pada penurunan waktu reaksi, hasil penelitian. Setyawati (1994) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perasaan lelah dan waktu reaksi dengan produktivitas kerja, dengan kata lain makin lelah dan makin rendah kecepatan reaksi seseorang makin rendah produktivitasnya.
E.Pengaruh Kelelahan pada Produktivitas Kerja
Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang dialami tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Lebih jelasnya, apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. Dengan peningkatan kinerja organisasi melalui penanganan tata cara yang ergonomis adalah suatu cara untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu perbaikan terhadap sistem kerja, ranvangan piranti kerja dan faktor-faktor fisik dan lingkungan kerja agar segera dilakukan, sehingga tercipta suasana lingkungan kerja yang nyaman, aman, sehat dan kondusif.

F.PENGENDALIAN KELELAHAN KERJA
Penyebab kelelahan kerja harus diimbangi dengan :
1.Kepemimpinan, yang menimbulkan motivasi dan semangat kelompok serta efisiensi yang tinggi atas dasar kemampuan, keahlian dan keterampilan.
2.Manajemen yang meningkatkan keserasian individu dan seluruh masyarakat tenaga kerja.
3.Perhatian terhadap keluarga tenaga kerja untuk mengurangi permasalahan yang mungkin timbul.
4.Pengorganisasian kerja yang menjamin istirahat, rekreasi, variasi kerja, dan volume kerja yang serasi dengan keperluan kerja.
5.Peningkatan kesejahteraan dan kesehatan tenaga kerja termasuk upah dan gizi kerja.
Problematika kelelahan akhirnya membawa kepempimpinan manajemen untuk selalu berupaya mencari jalan keluarnya. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan mencari jalan keluarnya. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia pekerja. Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya persentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaanya. Untuk pekerjaan normal fisik berat (kerja berat atau kasar), persentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekuensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek (3-5 menit) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh, daripada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.
Menurut Suma’mur (1994) kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan reaksi, pengetrapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat dan pengadaan lingkungan kerja yang sehat dan nyaman, penggunaan warna dan dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja. Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja dengan sistem bergilir sebaiknya dilakukan tiap enam bulan sekali.
Kelelahan kerja dapat dikurangi dengan berbagai cara tergantung dari lingkungan fisik tempat kerja. Misalnya pengaturan jam kerja, pemberian, kesempatan istirahat yang cukup, memberi masa libur atau cuti. Selain itu kondisi fisik tempat kerja yang ergonomis seperti tempat duduk, meja, tinggi peralatan kerja disesuaikan dengan bentuk fisik dan posisi kerja para pekerja (Suma’mur, 1995). Selain itu diperlukan penyediaan waktu khusus untuk beristirahan dan bersikap lebih santai (Budiono, 2003).
Untuk pencegahan dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar:
1.Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk (bila perusahaan menghasilkan produk barang)
2.Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.
3.Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi. Menjadwalkan waktu istirahat yang cukkup bagi seorang tenaga kerja.
4.Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat.
5.Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan menurunkan kelelahan kerja:
1.Lingkungan sebaiknya bersih dari zat-zat kimia.
2.Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising.
3.Jam kerja sehari siberi waktu istirahat sejenak dan istirahan saat makan siang.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Sugeng dkk. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Kurniawan. 2001. Pegangan Praktikum Laboratorium K3. Purwokerto

Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya.
Surabaya.

Ramandhani, A.S. 2003. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Hal 86-91. Dalam A.M. Sugeng Budiono, R.M.S. Jusuf, dan Adrian Pusparini (Eds), Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.

Suma’mur. 1987. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Dharma Bhakti Muara Agung, Jakarta.

Suma’mur. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Toko Gunung
Agung. Jakarta

KPK

Oleh :
Abdul Wakhid
L1A005039
KESEHATAN MASYARAKAT UNSOED

A. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan seringkali kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan, untuk menjadi seorang pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, melainkan banyak faktor yang turut berpengaruh.
Menurut Suryadini (2006), pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain sedangkan kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu, kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus mengena kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya sedangkan kekuasan itu sendiri adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.
Kepemimpinan merupakan suatu upaya mempengaruhi pengikut atau bawahan bukan dengan paksaan ataupun kekuasaan yang dimilikinya untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, kemampuan mempengaruhi berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dari para bawahan atau anggotanya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu hubungan yang baik, saling menghormati, menghargai dan mengerti akan hak dan kewajiban baik sebagai pemimpin maupun yang dipimpinnya.
Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan juga dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang meliputi tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif pula suatu kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya, antisipasi kepuasan anggota perlu diperhatikan dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan serta adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan suatu organisasi yang dijalankan secara bersama-sama.

B. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, baik menurut kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya atau kewenangan yang dimiliki dimana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut. Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yang dikemukakan oleh Siagian S (2003) yaitu:
a.Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi dan dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
b.Otokrasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan, dimana dalam proses pengambilan keputusannya sangat bergantung kepada pemimpinnya sendiri. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Jadi penerapan kekuasaanlah yang sangat dominan.
c.Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial atau organisasi itu sendiri. Dengan kata lain, pemimpin memberikan kekuasan penuh terhadap bawahan. Struktur organisasinya bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
Namun secara umum menurut Daniel Goleman, dkk, (www.tanadisantoso.com) ada enam tipe kepemimpinan, antara lain ;
a.Visionary atau Kepemimpian dengan Visi
Gaya kepemimpinan ini mampu membawa orang pada tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhan pada saat terjadinya ketidakpastian atau dibutuhkannya suatu perubahan.
b.Coaching atau Gaya Pembinaan
Gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan hubungan interpersonal seorang dengan seorang untuk mencapai suatu tujuan organisasi, lebih cocok untuk melestarikan kemapanan.
c.Affiliate atau Kepemimpinan Kerja sama
Gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan harmoni, sangat bagus untuk masa-masa sulit khususnya dalam memotivasi team yang sedang dalam krisis.
d.Democratic atau Kepemimpinan Demokrasi
Gaya kepemimpinan ini merupakan suatu gaya kepemimpinan yang mengedepankan pendapat dan pandangan semua orang, konsesus dan keinginan bersama adalah pendapat tertinggi.
e.Pacesetting atau Kepemimpian Memacu Kemajuan
Gaya kepemimpinan ini sangat dibutuhkan untuk memotivasi team dalam mengejar ketinggalan atau untuk mencapai target yang luar biasa.
f.Commanding atau Kepemimpian Otoriter
Gaya kepemimpinan ini merupakan suatu gaya kepemimpinan yang lebih umum dipakai untuk mengatasi kemelut internal.
Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat sengat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok/masyarakat tersebut. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi dimana hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan di atas merupakan gaya atau tipe kepemimpinan modern. Tidak sedikit para pemimpin yang mangadopsi salah satu atau bahkan beberapa tipe kepemimpinan modern tersebut. Namun menurut Weber (www.pikiran-rakyat.com) yang membuat klasifikasi mengenai kekuasaan atas dasar tuntutan keabsahannya (authority), membagi tipe kepemimpinan menjadi 3 antara lain :
a.Tipe Tradisional
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan dimana basis klaimnya ialah kepercayaan akan kekeramatan dari tradisi lama. Dengan kata lain sistem tradisional biasanya mengandung unsur-unsur sebagai berikut : adanya alam pikiran yang magis animistis, adanya ikatan individu yang masih kuat, adanya rupa-rupa larangan dan rupa-rupa kewajiban yang membawa konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari.
b.Kepemimpinan Rasional atau Legal
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan yang didasarkan pada posisi otoritatif karena berhak mengeluarkan perintah.
c.Kepemimpinan Kharismatis atau Perorangan
Tipe kepemimpinan ini merupakan tipe kepemimpinan yang bertumpu pada kepercayaan tentang kekeramatan, heroisme, atau keistimewaan seseorang.
Dari ketiga tipe kepemimpinan diatas, tipe tradisional merupakan tipe yang paling buruk karena mengacu pada kepemimpinan absolut di zaman feodal. Tipe rasional merupakan yang paling ideal. Sayangnya, dalam hal politik sekarang ini lebih memilih menggunakan tipe kepemimpinan tradisional untuk menjalankan organisasi modern. Kepemimpinan tradisional memang memberi kenyamanan pada pemimpin bersangkutan, karena kekuasaannya mutlak berada di tangan satu orang (Mintorahardjo, 2007). Akan tetapi model tradisional ternyata menimbulkan masalah lain sebagai contoh dalam dunia usaha, karena terbukti ada faktor-faktor selain uang, yang berpotensi memotivasi para pekerja. Hal ini bukan berarti uang tidak penting, tetapi uang bukanlah satu-satunya faktor. Selain itu, para manajer menyadari bahwa banyak karyawan bisa berinisiatif sendiri (self-starter), dan tidak perlu secara ketat diawasi atau dikontrol (Arismunandar, 2006).
Pandangan negatif akan tipe kepemimpinan tradisional juga terdapat dalam dunia politik. Kepemimpinan tradisional yang dianggap bersifat feodal dalam dunia politik sekarang ini dikatakan tidak cocok lagi dengan zaman di mana semua aspek kelembagaan dan keorganisasian sudah harus dikelola secara modern dan rasional. Partai politik sendiri merupakan sebuah organisasi modern karena merupakan produk dari sistem politik modern yang menonjolkan demokrasi. Dalam zaman yang semakin kompleks seperti sekarang ini, kepemimpinan rasional merupakan sebuah keharusan jika tidak ingin membawa demokrasi dan cita-cita kesejahteraan bersama ke titik balik (Mintorahardjo, 2007).
Demokrasi terus berkembang dalam rangka mencari tipologi yang ideal, dengan kepemimpinan rasional, kelembagaan demokrasi yang ada akan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat. Sebaliknya kepemimpinan tradisional yang feodal merupakan tipe kepemimpinan yang dianggap akan menghambat demokratisasi dan akan selalu kalah dalam kancah persaingan regional maupun global. Kepemimpinan tradisional juga akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah bangsa seperti anti-nasionalisme, sparatisme, etnonasionalisme, primordialisme bahkan radikalisme.
Pimpinan informal/tradisional memiliki pengaruh positif atau negatif dalam peranan sosialnya ditengah masyarakat. Status sosial itu pada umumnya dicapai karena faktor keturunan, kekayaan, taraf pendidikan, pengalaman hidup, kharismatik, maupun jasa-jasanya kepada masyarakat. Sehingga pemimpin dan kepemimpinan informal/tradisional cirinya adalah tidak memiliki penunjukkan formal legitimitas sebagai pemimpin, masyarakat menunjuk dan mengakuinya sebagai pemimpinnya, tidak mendapat dukungan dari organisasi formal, tidak dapat dimutasikan atau promosi atau tidak mempunyai atasan dan apabila melakukan kesalahan tidak dapat dihukum (hanya saja akan ditinggalkan kelompoknya). Hal tersebut merupakan pengaruh negatif dari tipe kepemimpinan tradisional.
Begitu banyaknya anggapan yang buruk mengenai tipe kepemimpinan tradisional membuat tipe kepemimpinan ini semakin jauh ditinggalkan. Namun dibalik semua itu, sebenarnya ada beberapa nilai-nilai luhur tipe kepemimpinan yang bisa diadopsi oleh setiap pemimpin organisasi baik dalam dunia politik ataupun organisasi lainnya. Salah satunya yaitu nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional dalam dunia kesehatan. Sebagai contoh, nilai-nilai luhur dari tipe kepemimpinan tradisional juga layak diadopsi oleh seorang pemimpin dalam sebuah instansi kesehatan. Bagaimanakah nilai-nilai luhur yang sebenarnya terkandung dalam tipe kepemimpinan tradisional Dinas Kesehatan Daerah yang tentu saja berlaku bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan ?
Dengan memahami konsep, teori serta daya kepemimpinan, seorang pemimpin akan lebih mampu memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh organisasinya untuk mencapai tujuan bersama sehingga organisasi yang dipimpinnya akan lebih produktif, efisien dan efektif. Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan mengenai pentingnya dan implementasi nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional khususnya bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah.

C.Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangkan menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
a)Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
b)Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
c)Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas (Field Manual 22-100).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
a)Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b)Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

C. Kepemimpinan Tradisional Dinas Kesehatan Daerah
Keberhasilan pembangunan di Dinas Kesehatan Daerah tidak terlepas dari kepemimpinan yang kuat dari Kepala Dinas Kesehatan Daerahnya, yang mempunyai komitmen yang kuat dan secara konsisten menerapkan apa yang telah disepakati melalui visi dan misi yang telah ditetapkan. Semestinya seorang pemimpin tidak saja bisa melaksanakan sistem-sistem yang telah ada, tetapi juga harus bisa mengembangkan atau merubah tradisi-tradisi yang sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan masyarakat pada jamannya. Demikian juga halnya dengan kehidupan birokrasi pemerintahan yang semestinya juga mengikuti dinamika kehidupan masyarakat yang dinamis dan berubah dengan cepat. Pemerintah selalu terlambat dalam mengambil langkah-langkah menghadapi permasalahan dan tuntutan masyarakat, karena selalu berbenturan dengan mekanisme dan presedur serta landasan hukum yang terkadang tumpang tindih satu sama lain. Disinilah diperlukan kemampuan seorang pemimpin untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat, sehingga permasalahan dapat terselesaikan.
Birokrasi pemerintah di negeri ini terlalu lama telah keliru menaruh loyalitasnya, ada yang mengistilahkan dengan ABS (asal Bapak Senang). Kebiasaan-kebiasaan tersebut telah membentuk karakter birokrasi yang mati rasa, berpura-pura dan tidak jujur. Apa yang terjadi apabila seorang pemimpin juga menutup mata dan telinga, alias tidak mau tahu dengan permasalahan yang terjadi dengan rakyatnya?. Sistem pemerintahan dengan pola sentralistik, semua sudah ditetapkan dari pusat, sehingga daerah hanya menunggu, dan menerima saja apa yang telah ditetapkan dari pusat. Hal ini telah mematikan inisiatif, dan kreativitas daerah. Bahkan perilaku-perilaku pemerintah atau birokrasiyang tidak menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan sudah biasa dilanggar, kesewenang-wenangan penguasa semakin menjadi-jadi. Sangat berbeda dengan era otonomi daerah saat ini.
Dinas Kesehatan Daerah juga harus dapat mengevaluasi program kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit terutama dari segi kwalitas pelayanan dan biaya pelayanan kesehatan. Evaluasi dilaksanakan untuk menindak lanjuti keluhan masyarakat yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Negara kurang diminati oleh masyarakat karena kwalitas pelayanannya mengecewakan. Masyarakat menilai pelayanan swasta lebih meyakinkan, kwalitasnya lebih baik, obatnya lebih baik, petugasnya ramah serta gedungnya lebih baik dan bersih.
Masalah kesehatan tidak kalah pentingnya dengan masalah pendidikan, sehingga apabila dicermati maka derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu : (1) Genetik (Keturunan). (2) Lingkungan. (3) Perilaku. (4) Pelayanan kesehatan. Pemerintah tidak banyak melakukan intervensi, namun faktor-faktor lainnya harus mendapat perhatian serius dari pemerintah yaitu : Faktor Perilaku, Lingkungan dan Faktor Pelayanan kesehatan. Faktor perilaku dan lingkungan dilakukan peningkatan melalui program preventif yang dituangkan dalam kegiatan yang disebut : (1) Program makanan sehat, (2) Program perilaku hidup sehat, (3) Program diteksi dini. Program ini diimplementasikan pada kegiatan penyuluhan-penyuluhan dan pembinaan kesehatan masyarakat, yang dipelopori mulai dari sekolah yang diintegrasikan dengan program UKS (Usaha kesehatan Sekolah) yang disebut dengan Program UKS Terpadu. Melalui program ini pada tataran tertentu anak didik akan mampu mengintervensi dirinya sendiri, keluarga, kemudian lingkungan masyarakat yang lebih luas.
Keberhasilan Dinas Kesehatan Daerah dalam melaksanakan tugas pokok Program Kesehatan sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan Daerah itu sendiri. Dalam sebuah kepemimpinan, pada hakekatnya yang diusahakan adalah kepatuhan orang-orang yang dipimpin (followers) untuk mematuhi kehendak pemimpin (leaders). Oleh karena itu, pemimpin selalu mempengaruhi yang dipimpin dalam lingkungan tertentu untuk mau menerima kehendak pemimpin, serta dengan kemauan dan kesadaran sendiri bersedia menjalankan segala sesuatu yang sesuai dengan keinginan pemimpin itu. Seorang pemimpin selalu berusaha merubah sikap batin atau sikap manusia dan membentuk perilaku mereka yang dipimpin agar menjadi patuh dan setia terhadap pemimpin. Kepatuhan dari mereka yang dipimpin akan terwujud dalam peran serta yang kreatif merupakan tujuan dari kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk melaksanakan tugas-tugas penting sebagai seorang manajer, Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki kemampuan yang tinggi, baik kemampuan mengenai keterampilan konseptual yaitu kemampuan untuk mengembangkan strategi dan kebijakan serta merumuskan konsep kerja, juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan yang bersifat teknis operasional serta keterampilan yang bersifat hubungan antara manusia, karena bagaimanapun sumber daya manusia merupakan sumber daya utama suatu organisasi.
Seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah dalam mengembangkan kemampuan kepemimpinannya, seharusnya tidak hanya mengadopsi teori-teori kepemimpinan modern yang berasal dari barat, tetapi juga perlu memperhatikan nilai-nilai kepemimpinan tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dengan mengambil nilai luhur yang positif dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang. Tidak hanya bagi seorang pemimpin, generasi muda juga bertanggung jawab dalam menggali dan melestarikan budaya bangsa serta menerapkan dalam praktek kehidupan. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka budaya bangsa kita semakin lama akan tersingkirkan dan punah akibat transformasi dan intervensi budaya asing yang begitu gencar merasuki generasi muda kita. Kondisi seperti itu mulai kita rasakan sekarang, budaya bangsa kita hampir tinggal sebuah sejarah saja. Oleh karena itu rasa kepedulian terhadap budaya bangsa harus ditingkatkan, karena sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai kebudayaannya.
Nilai-Nilai Kepemimpinan Tradisional
Indonesia merupakan bangsa besar yang terdiri dari ratusan suku/etnis yang majemuk dengan berbagai kebudayaan yang masing-masing mempunyai nilai. Sebuah ajaran moralistik kepemimpinan tradisional biasanya dituliskan dalam naskah-naskah kuno ataupun karya-karya sastra, contohnya serat Rama yang memuat Hastabrata dan Serat Suryaraja dari Jawa, Lontara Lagaligo untuk suku Bugis Makassar, Kitab Puspakerma bagi suku Sasak di Lombok, Adab Fata-A untuk suku Melayu dan masih banyak lagi peninggalan nenek moyang kita yang sangat bermanfaat untuk kita ambil hikmahnya. Bagi suku-suku yang tidak mengenal tulisan seperti suku Dayak di Kalimantan dan suku Baliem di Irian, biasanya pewarisan nilai-nilai budaya dilakukan secara lisan oleh ketua adat secara turun temurun (Suparto, 2006).
Dari sekian banyak nilai-nilai kepemimpinan tradisional, yang akan dibahas secara khusus adalah kepemimpinan tradisional menurut paham kejawen (suku Jawa). Budaya Jawa merupakan budaya yang sudah berusia tua dan hebatnya mampu bertahan ribuan tahun, yang berfungsi sebagai penunjuk sebagai pedoman bermasyarakat bagi manusia Jawa. Karena kebudayaan inilah manusia Jawa dapat bertahan dan mampu bergaul dengan bangsa-bangsa lain secara terhormat dari waktu ke waktu. Budaya Jawa memiliki esensi ke”rasa“ dan kalau dideskripsikan secara luas dalam berkomunikasi, silaturahmi maupun dalam bersikap, budaya Jawa selalu mengedepankan rasa pangrasa atau egoh pakewuh. Untuk menjaga perasaan diantara sesama, selalu diusahakan agar tidak ada benturan. Dengan paradigma itulah, terlihat sebuah kebersamaan yang selama ini dimiliki oleh orang Jawa.
Salah satu contoh nyata nilai-nilai kepemimpinan tradisional Jawa yang diwariskan oleh budaya adiluhung tersebut adalah yang diungkapkan oleh dunia pewayangan yang dikenal dengan sebutan Hastabrata, yaitu ajaran kepemimpinan kepada Gunawan Wibisana, Raja Alengka yang baru, oleh Prabu Ramawijaya dalam epos Ramayana. Pengertian Hastabrata yaitu berasal dari kata hasta yang berarti delapan dan brata yang berarti laku atau darma. Jadi Hastabrata yaitu delapan laku atau darma yang harus dianut oleh seorang pemimpin yaitu: 1) Sifat Bumi, 2) Sifat Matahari, 3) Sifat Bulan, 4) Sifat Angin, 5) Sifat Samudra, 6) Sifat Air, 7) Sifat Api, 8) Sifat Bintang.
Model Hastabrata dalam Kepemimpinan Dinas Kesehatan Daerah
Nilai filosofi yang terkandung dalam serat Rama yang dilukiskan sebagai Hastabrata dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan karena mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan fleksibel. Nilai-nilai luhur kepemimpinan tradisional yang terdapat pada Hastabrata melalui ajaran dan sifat hendaknya dijadikan suri teladan yang patut dicontoh oleh para pemimpin. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan terhindar malapetaka. Dalam kesempatan ini kami mencoba menjabarkan sifat-sifat Hastabrata khususnya bagi seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah. Berikut dijabarkan kedelapan sifat yang harus dianut oleh seorang pemimpin dalam ajaran Hastabrata :
1.Sifat Bumi
Sifat bagi Kepala Dinas Kesehatan Daerah dilukiskan sebagai sifat yang sabar dan lembut, menerima segala masukan, tidak pemarah, tidak menuntut, ikhlas, membalas kebaikan dan pemaaf, sebagaimana bumi tempat berpijak, tempat menampung segala pernik yang ada di dunia ini.
2.Sifat Matahari
Matahari sebagai sentral peredaran tata surya dan sebagai pedoman arah pancarannya memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup. Dikala tenggelam maka digantikan oleh bulan yang pada hakekatnya adalah sebuah planet yang memancarkan sinar matahari. Profil Kepala Dinas Kesehatan Daerah bertindak tidak hanya sebagai koordinator melainkan juga sebagai penentu kebijakan sentral di tingkat daerah, artinya mempunyai tanggung jawab yang tinggi dan sebagai sebagai pedoman penentu kebijakan laksana matahari.
3.Sifat Bulan
Bulan bersifat redup dan syahdu, kehadirannya selalu dinantikan terutama saat purnama. Bulan memiliki fase atau fungsi yang mempengaruhi gaya gravitasi bumi yang selalu berubah tergantung pada posisinya, Kepala Dinas Kesehatan Daerah hendaknya menjadi sesuatu yang selalu dinantikan karena sifat-sifat yang bijaksana membuat para staf menjadi nyaman dan tenang yang digambarkan dengan bulan yang syahdu dan redup. Pada fase tertentu, sifat bulan ini menggambarkan perjalanan karier seseorang. Kepala Dinas Kesehatan Daerah dalam menjalankan kebijakannya tidak bersifat kaku, melainkan harus longgar dan terkadang juga harus bertindak tegas tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.
4.Sifat Angin
Angin merupakan udara yang bergerak. Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus mempunyai sifat yang dinamis, selalu bergerak, selalu megikuti dinamika masyarakat, selalu tanggap terhadap permasalahan yang timbul di dalam masyarakat. Tidak harus bidang kesehatan saja, melainkan masalah yang meliputi aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya yang turut mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pencapaian derajat kesehatan masyarakat.
5.Samudera
Samudera bersifat luas dan merupakan muara dari sungai-sungai. Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki wawasan luas dan dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul di lingkungan Puskesmas maupun di masyarakat luas, karena seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah merupakan pemimpin formal maupun informal di masyarakat yang dianggap memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas secara sosial.
6.Sifat Air
Air adalah benda yang selalu dibutuhkan oleh makhluk hidup. Air merupakan bagian terbesar dari bumi. Air selalu mengisi tempat yang rendah dan mengikuti wadah dimana ia berada dengan permukaan air yang selalu rata. Implementasinya bagi seorang pemimpin selalu dibutuhkan dalam suatu organisasi, demikian juga dengan Kepala Dinas Kesehatan Daerah untuk mengatur dan mengkoordinasikan tugas-tugasnya. Orientasi kepemimpinan dalam sifat air ini adalah rendah hati, dapat memberikan dikala dibutuhkan, dan bersifat adil serta merata.
7.Sifat Api
Api bersifat membakar dan memanaskan serta mampu menghanguskan apa saja. Dalam implementasinya seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus dapat menggelorakan dan membakar semangat bawahannya dan masyarakat dalam mendukung garis kebijakan kesehatan.

8.Sifat Kartika (Bintang)
Bintang sebagai pedoman arah bagi para nelayan dalam menentukan arah kapalnya. Bintang juga dapat dijadikan pedoman oleh para petani dalam menentukan musim tanam. Implementasinya bagi seorang Kepala Puskesmas, dalam menjalankan kegiatannya dapat menjabarkan secara operasional, strategi kegiatan, kebijakan pengembangan program sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan Daerah juga harus dapat menentukan pedoman prioritas program yang akan dilaksanakan oleh para karyawan di wilayahnya.























Kesimpulan
Karya sastra jawa pada masa lalu memiliki kandungan nilai-nilai luhur yang sangat universal dan fleksibel. Dengan demikian nilai-nilai luhur tersebut masih berlaku untuk kurun waktu yang panjang dalam masyarakat berbeda dari masyarakat pada waktu karya sastra itu diciptakan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih dapat diterapkan sebagai landasan budaya sebagai inspirasi bagi ide-ide atau konsep dalam berbagai bidang kehidupan.
Penerapan sifat-sifat Hastabrata pada kepemimpinan dan manajemen Dinas Kesehatan Daerah ternyata sangat relevan dengan tuntutan teori-teori kepemimpinan modern. Segala sesuatu yang bersifat tradisional itu tidak semuanya jelek atau ketinggalan zaman. Apalagi kita sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya tradisional terutama didaerah pedesaan dimana masyarakat masih menjunjung tinggi nilai budaya mereka.
Agar dapat mengembangkan kemampuan hubungan antara manusia, seorang Kepala Dinas Kesehatan Daerah harus memiliki sifat-sifat yang mulia, diantaranya sifat yang dijabarkan pada Hastabrata. Sifat-sifat tersebut harus diwujudkan dalam setiap perkataan, sikap dan perilaku. Karena jika hanya disampaikan dalam bentuk petuah tanpa mewujudkan dalam sikap dan perilaku maka usaha itu tidak akan menunjukkan hasil yang memuaskan.
Mengutip sebuah pepatah lama yang berisi nilai budaya bangsa yang patut dijadikan sebagai bahan renungan yaitu “Sesekali lancung keujian, seumur hidup orang tidak percaya”, artinya dalam praktek kehidupan terutama dalam hal yang berhubungan dengan transmisi nilai budaya diperlukan kesatuan kata dengan perbuatan. Nilai budaya yang hanya dibicarakan dalam bentuk pidato dan petuah saja tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan keteladanan yang mengatakan itu (Suparto, 2006).

Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.




















DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Satrio. 2006. Gaya Kepemimpinan di Perusahaan Media. (On-line) http://satrioarismunandar6.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Desember 2008.

Goleman, Daniel, Richard Boyatzis, dan Annie McKee. 2002. Realizing The Power of Emotional Intelligence. (On-line) . http://www.tanadisantoso.com/v50/BookReview/index.php? Diakses tanggal 8 Desember 2008.

Http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan. 2007. Kepemimpinan.. Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Http://www.pikiran-rakyat.com/. 2004. Masa Depan PAN Pasca Amien.. Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Manahan P.T., Perilaku Keorganisasian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Mintorahardjo, Sukowaluyo. 2007. Partai Feodal Ketinggalan Zaman. (On-line) http://unisosdem.org/ekopol_detail.php? Diakses tanggal 11 Desember 2008.

Siagian, S. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Rineka Cipta, Jakarta.

Suryadini. 2006. Hakikat Kepemimpinan. (On-line) http://www.pontianakpost.com./berita/index.asp. Diakses tanggal 17 Desember 2008.